tag:blogger.com,1999:blog-55653513369456953012024-03-08T12:16:36.449+07:00ANALOGI BIOGRAFI"Berkisah tentang perjalanan hidup berdasarkan sudut pandang Analogi"ansoranalogihttp://www.blogger.com/profile/08608993156290281839noreply@blogger.comBlogger12125tag:blogger.com,1999:blog-5565351336945695301.post-49302374119660059222021-01-16T15:32:00.005+07:002021-01-16T15:33:27.269+07:00<p></p><p align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; line-height: 115%;"><span style="color: white; font-size: medium;">KLISE<o:p></o:p></span></span></b></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; line-height: 115%;"><span style="color: white; font-size: medium;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Masih terdengar
jelas suara tangismu di malam itu. Malam yang sebenarnya memancarkan sinar
terang merekah, malah seketika berubah menjadi gelap gulita. Sambil perlahan
kau usap air mata yang berada di pipimu, akupun hanya bisa tertegun sambil
berusaha menenangkan apa yang sedang terjadi dihadapanku. Bait demi bait ucapan
yang keluar dari mulutmu, semakin samar karena isak yang semakin sering
terdengar. Entah apa yang terjadi sebenarnya tetapi malam itu adalah malam yang
terasa berat untukku, karena harus melihatmu menangis tersedu di depan mataku. Tangis
yang sebenarnya tak pernah terbayang olehku akan engkau teteskan, hanya untuk
menghormati orang seperti diriku. <o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; line-height: 115%;"><span style="color: white; font-size: medium;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Setahun telah
berlalu semenjak peristiwa itu. Tetapi tak pernah hilang sedikitpun dari ingatanku
terhadap sosok yang selama beberapa tahun menemani dikala bimbang ataupun
kebingungan. Memang hampir tidak ada yang istimewa darinya, tetapi dirinya
adalah orang yang selalu ada di kala aku membutuhkan nasehat dan kata-kata
bijak dalam menyelesaikan persoalan. Dengan ciri khas yang dimilikinya, apapun
yang dinasehatkan untukku hampir semua pernah aku lakukan. Mulai dari cara
berbicara, cara bagaimana menjadi seorang pria dan cara untuk lebih perhatian
terhadap keluarga. Memang seperti itulah kami, saling melengkapi dan menasehati
jika sedang berada dalam sebuah frekuensi. Tanpa banyak menyimpulkan kata-kata,
ikatan persahabatan ini terjalin dengan banyak memiliki arti. Arti dari saling
mengerti ataupun arti untuk saling memberikan solusi. Tetapi ini tak berlangsung
lama, hanya tak lebih dari sewindu lamanya.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; line-height: 115%;"><span style="color: white; font-size: medium;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Tepatnya setelah
keadaan yang mengharuskan kami untuk terpisah karena jarak. Jarak yang membuat
semuanya perlahan menjadi sirna. Saling mengerti berubah menjadi saling sibuk
dengan urusannya sendiri. Saling menasehati malah kadang menjadi ego yang
masing-masing ingin selalu menjadi yang paling dimengerti. Tak pernah lagi bisa
saling mendapatkan solusi meski pembicaraan kadang sampai bisa dini hari. Memang
kemistri sudah mulai luntur dan tak memiliki arti tersendiri. Padahal hanya
jarak yang harusnya bisa dilalui, tetapi malah membuat semuanya tidak bisa
seperti di awal lagi. Pada akhirnya akupun harus perlahan melangkah untuk pergi
menyendiri, meski sebenarnya berat untuk dilalui. Tetapi ini adalah hal terbaik
agar bisa saling mengintroksi diri.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; line-height: 115%;"><span style="color: white; font-size: medium;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Sesekali hanya
pesan singkat yang bisa terkirimkan dalam jangka waktu yang tak pasti. Mungkin bisa
seminggu sekali, atau bahkan bisa sampai menunggu sebulan hanya untuk bisa
saling berkabar. Mungkin karena sama-sama memiliki kesibukan apalagi masalah
pekerjaan jadi maklumi sajalaaah, fikirku yang terlintas di dalam diri. Dalam isi
pesan singkatmu itu juga tergambar bahwa dirimu sedang tidak sendiri, ada
seseorang yang menjagamu dan menemanimu setiap harinya disana. Selama beberapa
tahun lamanya, akupun ikut bahagia mendengarnya karena pada akhirnya bisa juga
dirimu untuk memulai hal yang dahulu sulit untuk dilakukan. Cukup lama juga
dirimu bersamanya, jadi tak perlu khawatir pula aku untuk memastikan apakah
dirimu baik-baik saja disana. Hal inilah yang mungkin membuat kita semakin
renggang antar satu sama lainnya hingga berbulan-bulan lamanya.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; line-height: 115%;"><span style="color: white; font-size: medium;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Setelah hampir
tiga tahun berlalu, akupun iseng untuk menanyakan perihal siapa sosok yang
sering tergambar dari pesan singkatmu itu. Tetapi seperti biasa, saat salah
satu diantara kita punya hubungan asmara dengan seseorang tak pernah ada yang
mau bercerita. Jangankan untuk tahu sifatnya, untuk tahu namanyapun tak bisa
terucap meski hanya untuk mengisi obrolan yang kadang kehabisan pembahasan. Entah
untuk saling menjaga privasi atau agar bisa fokus mengobrol tentang berdua
tanpa mencampurkan unsur-unsur lainnya. Tetapi tak sengaja dalam obrolan kali ini,
ada hal yang tiba-tiba membuatku terkejut mendengarnya.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; line-height: 115%;"><span style="color: white; font-size: medium;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Hal yang
membuatku sekejap hilang fokus dalam obrolan dan sedikit resah setelah
mendengarnya. Bahwa kenyataannya sudah hampir tiga bulan lamanya dirimu <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>tidak bersamanya lagi, padahal hubunganmu dengannya
sudah hampir masuk tahun ketiga dan malah hampir melangkah ke jenjang yang
lebih serius untuk kedepannya. Inilah akibat dari komunikasi yang sudah jarang
dilakukan lagi, sebagai sahabat dekat akupun ikut merasa sedih dan bersalah. Tak
terbayang bagaimana dirimu melalui hal seberat itu sendiri tanpa ada yang bisa
dirimu mintai pendapat lagi. Sampai kulihat berat badanmu banyak susut karena
berbagai masalah yang dirimu hadapi sendiri.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; line-height: 115%;"><span style="color: white; font-size: medium;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Tetapi setelah
ini meskipun aku tak bisa berjanji, aku akan tetap berusaha untuk ada
menemanimu. Membuatmu bisa bersemangat lagi dalam menjalani kehidupan meski membutuhkan
proses yang tidak gampang. Sesering mungkin memberikan kabar meski dalam segala
kesibukan. Tak akan lagi aku berusaha untuk memberikan jarak meski situasi
kadang tidak sesuai yang diinginkan. Agar dirimu merasa tidak kesepian dan
kesusahan saat menghadapi masalah hidup yang cukup memberatkan. Kita rangkai
lagi apa yang dulu sudah pernah kita lalui, lebih dieratkan lagi dan jangan
pernah menghilang dari benakku meski hanya seminggu ataupun sehari lamanya. Jadilah
yang pertama mendengar keluh kesahku dan yang pertama juga dalam menasehatiku. Entah apa yang terjadi untuk kedepannya diantara kita. Tetapi jangan
kemana-mana yaa, tetaplah disini bersamaku….<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; line-height: 115%;"><span style="color: white; font-size: medium;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><o:p></o:p></span></span></p><br /><p></p>ansoranalogihttp://www.blogger.com/profile/08608993156290281839noreply@blogger.com1Surabaya, Kota SBY, Jawa Timur, Indonesia-7.2574719 112.7520883-35.567705736178844 77.5958383 21.052761936178847 147.9083383tag:blogger.com,1999:blog-5565351336945695301.post-56768739488611656462021-01-10T17:57:00.003+07:002021-01-10T17:57:48.123+07:00<p><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;"> </span></p><p align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">PINK<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Sebuah warna yang
terbentuk dari dua percampuran antara mayoritas unsur merah dan minoritas unsur
putih. Perpaduan warna yang bagi kebanyakan orang mencerminkan sebuah sifat
kelembutan dan keanggunan. Di dasari unsur merah yang bisa menggambarkan sebuah
keberanian dan tekad yang kuat, dilengkapi dengan torehan sedikit unsur putih
sebagai sebuah penyeimbang yang mewakili sebuah ketulusan. Pink memang sebuah
warna yang tidak murni terbentuk dari satu unsur, warna ini bisa memadukan
kedua unsur yang sebenarnya tidak bisa disatukan tetapi saat dikolaborasikan
bisa membentuk unsur warna yang malah memiliki sebuah keindahan tersendiri bagi
sebagian insan.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Siapa yang akan menyangka
jika sebuah warna ini bisa juga untuk dijadikan panggilan dari sebuah nama
seseorang. Seseorang yang tak pernah aku bayangkan sebelumnya bisa untuk aku
jumpai ataupun aku kenali di masa sebelumnya. Awalnya memang pernah dalam suatu
moment aku sekilas melihat foto darinya yang disodorkan oleh teman sejawatku
saat berada di tongkrongan, kesan pertama hanya tergambar sifat yang biasa aku
lihat dari kebanyakan wanita yang aku temui. “Judes”.. iya, kata itulah yang
pertama kali aku ucapkan saat awal melihat sekilah foto yang berada di dalam
media sosial temanku. Entah kenapa tiba-tiba hanya itu yang bisa aku ucapkan
secara spontan tanpa sebelumnya tahu banyak tentang gambaran sifat ataupun
kepribadiannya. Tetapi ternyata cerita tentangnya tidak hanya berhenti di
moment itu.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Beberapa bulan setelah
kejadian itu berlangsung. Aku baru sadar jika ada teman cowokku yang sedang
mencari pendamping untuk kelangsungan hidupnya di masa depan, maklum dia jomblo
sudah cukup lama sampai mungkin lupa dengan apa yang namanya cinta wkwkwkwk….
Tak butuh waktu lama akupun memiliki ide untuk mengenalkan kepadanya tentang
wanita yang aku bilang si Judes itu. Dalam benakku siapa tahu mereka berdua
juga bisa cocok dan saling melengkapi, soalnya dari apa yang dituturkan oleh
teman tongkronganku jika wanita itu juga masih single dan sedang tidak memiliki
pendamping juga. Jika difikirkan secara wajar sesama jomblo seharusnya bisalah
untuk saling mengenal, setidaknya bisa saling menghibur untuk keduanya.
Meskipun andaikan tidak ditemukan sebuah kecocokan bisa juga dijadikan seorang
teman, tetapi jika bisa satu kata dan pemikiran alhamdulillah juga pada
akhirnya hahahaha…<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Perkenalan itu akhirnya
bisa direalisasikan, mereka berdua aku dan teman tongkronganku kenalkan lewat
media sosial. Setelah mereka saling mengikuti dan berkomunikasi di media sosial
tersebut, aku dan teman tongkronganku hanya bisa memantau dari kejauhan saja
sambil menjelaskan secara perlahan kepada masing-masing keduanya mengenai sifat
dan kepribadian yang dimiliki, bisa dibilang aku dan temanku itu sebagai
perantara perkenalannya atau biasa disebut “Comblang”. Ternyata setelah waktu
dan komunikasi berjalan, mereka berdua merasa ingin melakukan pertemuan
langsung agar bisa lebih mengenal antara satu dengan lainnya. Aku dan teman
tongkronganku hadir juga dalam pertemuan keduanya, karena agar tidak merasa
canggung karena ini adalah pertemuan awal. Moment ini juga adalah pertama kali
aku bisa berjumpa dengan si Judes itu.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Seperti biasanya, untuk
mencairkan suasana aku bertingkah selayaknya orang yang sudah kenal lama bukan
orang yang pertama kali untuk bertemu. Bisa disebut juga tingkah-tingkah
konyolku malah cenderung membuat orang yang sedang nongkrong denganku merasa
malu, tetapi hanya itu yang bisa aku lakukan agar bisa mencairkan obrolan di
pertemuan pertama. Semakin malam obrolan semakin menuju kearah yang lebih
cenderung serius mengenai identitas masing-masing orang yang baru pertama kali
bertemu. Tetapi seperti di tongkrongan biasanya, aku yang paling banyak bicara
dan bercerita sampai-sampai menghabiskan minuman lebih dari segelas yang
dipesan di awal. <o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">“Padahal tujuannya
melakukan pertemuan ini untuk mencomblangkan dua orang yang belum pernah
bertemu dan hanya berkomunikasi lewat media sosial, tetapi malah kenapa aku
yang banyak bercerita? hufh” berkata di dalam hati dengan lirih.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Maklum memang menurutku
hal ini sering terjadi karena kecanggungan di pertemuan awal, apalagi untuk
orang yang sedang menuju ke arah yang lebih serius dalam sebuah pertemanan.
Sebagai seorang comblang, aku juga harus bisa menggali informasi
sebanyak-banyaknya dari orang yang sedang teman cowokku dekati di pertemuan
ini. Tak kadang pertanyaanku malah semakin frontal dan tidak terkendali, maklum
juga aku orangnya blak-blakkan beda dengan teman cowokku yang lebih cenderung
diam karena masih belum bisa beradaptasi dengan suasana yang terjadi.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Memang sulit juga untuk
melihat kepribadian seseorang di saat baru awal melakukan pertemuan. Tak banyak
juga dari pertanyaan-pertanyaanku yang bisa menemukan sebuah jawaban. Tetapi
satu point penting yang aku dapatkan dari si Judes yang sedang temanku dekati. Dia
adalah sosok wanita yang memiliki sebuah prinsip kuat di dalam dirinya,
terlihat dari caranya memberikan jawaban dari setiap pertanyaan dan dari sorot
matanya yang tajam saat berbicara dengna orang. Baru pertama kali aku dan teman
cowokku bertemu dengan wanita seperti dia, siapapun yang berbicara matanya
selalu tertuju tajam kepada wajah atau mata orang yang sedang berbicara. Tak
jarang juga aku mengalihkan tatapan mataku ke arah yang tidak menuju ke arah
matanya saat sedang berbicara, kadang ke arah atap, ke arah pengunjung lain
ataupun ke arah wanita-wanita pengunjung café lainnya yang sedang lalu lalang
mencari tempat duduk untuk memesan makanan.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">“Haahh,,,, cantiknya
wanita-wanita pengunjung itu” “bahkan ada yang memakai pakaian yang kurang
pantas juga, hitung-hitung sebagai wahana cuci mata mumpung malam minggu juga
wkwkwk” batinku berkata dalam hati.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Memang terkesan tidak
sopan saat berbicara tetapi matanya mengarah kemana-mana, tetapi aku tidak bisa
jika saat berbicara secara terus menerus diperhatikan apalagi sorot matanya
mengarah tajam. Teman cowokku juga merasakan hal yang sama seperti yang aku
alami saat berbicara dengannya. Setelah pertemuan itu selesai dilakukan,
semuanya pulang menuju rumah masing-masing karena waktu sudah menunjukkan pukul
sepuluh malam.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Setibanya dirumah, aku
menelfon teman cowokku untuk menanyakan bagaimana kesan setelah pertemuan
pertama itu. Ternyata kesan yang senada denganku juga dirasakan oleh temanku
itu. Akupun memberikan saran jika memang dialah wanita yang menurutku tepat
untuk temanku setelah pertemuan pertama itu berlangsung. Setelah pertemuan
pertama itu, mereka berdua semakin intens dalam komunikasi dan semakin bisa
senada seirama satu sama lainnya, terdengar dari cerita teman cowokku itu dalam
setiap aku bertemu dengannya. Akupun ikut bahagia mendengarnya, karena ternyata
tidak sia-sia usahaku untuk mengenalkan mereka berdua.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Entah kenapa setelah
beberapa minggu berjalan. Ada sebuah cerita yang menggambarkan jika teman
cowokku itu merasa ada yang kurang cocok dengan wanita itu. Ada sebuah prinsip
yang tidak sejalan yang membuat komunikasi diantara mereka mulai renggang dan
tidak senada lagi. Padahal ada sebuah rencana besar yang akan dilakukan oleh
teman cowokku kepadanya saat ia akan pulang kerumah orang tuanya dari tempat
perantauannya. Sontak akupun sebagai seorang teman juga terkaget mendengarnya
padahal menurutku masih baik-baik saja tapi malah mendengar cerita seperti itu
setelah mereka berdua bertemu dalam pertemuan kedua.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Beberapa minggu setelah
hal itu terjadi, temanku akhirnya memutuskan untuk tidak melanjutkan pendekatan
kepada wanita itu lagi. Dia berpamitan melalui pesan singkat yang dikirimkan
dengan penuh untaian kata maaf dan terima kasih tentang sebuah kisah yang
pernah menemaninya membuka secerca asa meski hanya sebentar waktunya. Dalam
bimbangku apa yang seharusnya aku perbuat setelah ini, apakah akan memang
selesai begitu saja. Sebagai seorang teman, akupun berusaha untuk meluruskan
kesalahfahaman yang sudah terjadi, setidaknya apabila mereka tidak bisa menjadi
komitmen tapi bisalah untuk menjadi teman jalan-jalan bareng.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Lewat akun media sosial
milik wanita itu, aku kirimkan pesan singkat agar bisa bertemu. Awalnya hanya
untuk meminta tolong diantarkan membelikan kado untuk teman nongkrongku yang
sedang berulang tahun. Akhirnya ia bersedia mengantarkanku kesebuah tempat
pembelanjaan. Setelah berputar-putar untuk membeli kado itu, aku mengajaknya
untuk ngobrol di sebuah tempat penjual kopi yang tak jauh dari tempat di mana
membeli kado.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Setibanya di tempat itu,
aku mulai menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi tentang kesalahfahaman antara
mereka berdua. Akupun hanya bisa berharap setelah aku menjelaskan secara
detail, mereka bisa kembali seperti awal meski sebenarnya berat karena temanku
sudah terlanjur memutuskan berhenti dan berbalik arah. Jikapun tidak seperti di
awal, mereka bisa menjadi teman dan tidak ada lagi sebuah kecanggungan.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Gayungpun bersambut,
beberapa hari setelah aku mencoba meluruskan apa yang telah terjadi. Akhirnya
mereka berdua bisa berkomunikasi lagi meski tidak seintens di awal saat proses
pendekatan. Tetapi cerita tidak hanya sampai disana. Setelah mereka berdua
memulai komunikasi lagi, ternyata wanita itu sekarang yang berusaha
mengungkapkan rasa kepada teman cowokku. Padahal sudah sejak awal saat setelah
selesai membeli kado itu aku jelaskan bahwa hal itu sudah tidak mungkin terjadi
lagi karena semua sudah terlanjur terjadi. Sebut saja wanita itu pink, iyaa dia
adalah pink. Seorang wanita yang awalnya takut akan mengakui sebuah rasa,
tetapi akhirnya ia belajar menjadi orang yang jujur terhadap rasa yang
sebenarnya ada di dalam hatinya. Sebuah kemajuan yang cukup besar juga, karena
tidak semua orang bisa jujur terhadap rasa yang ada di dalam dirinya meskipun hasil
yang diinginkan tidak sesuai dengan harapannya. <o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Sejak peristiwa itu, aku
tak jarang pula berkomunikasi dengan si Pink. Membahas masalah-masalah yang
biasa dibahas oleh orang yang hampir seumuran. Maklum kami hanya berjarak dua
tahun jadi tidak terlalu jauh mengenai pola pemikiran. Tetapi meski begitu dia
adalah senior dalam masalah Pendidikan, dia lebih awal menggapai gelar
sarjananya daripada diriku orang yang lebih tua darinya. Tak jarang aku meminta
bantuan mengenai tugas-tugas yang sedang aku dapatkan dari perkuliahan, terima
kasih yaa pink sudah banyak membantuku wkwkwk. Tak jarang pula dia meminta
saranku mengenai permasalahan yang sedang ia hadapi dalam kehidupan, kadang
tangisnya ada sebagai bumbu dari sebuah cerita yang diungkapkan. Aku hanya bisa
memberikan saran semampu dan setahu diriku saja, tidak kurang dan
dilebih-lebihkan sedikitpun dari kapasitasku sebagai seorang manusia. Tak
jarang pula aku merasakan keanehan setiap peluh jatuh dari kedua bola matanya,
tak seharusnya dia terisak seperti itu karena aku tahu dia adalah pribadi yang
kuat dan tidak manja. Tetapi wajar juga menurutku karena dia adalah seorang
wanita yang menangis saat tidak bisa mengungkapkan suatu hal dengan kata-kata.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Tak jarang pula kami
bercerita atau sekedar sharing dalam masalah kehidupan. Masalah percintaan,
keluarga ataupun masalah-masalah lainnya yang orang lain juga pernah
mengalaminya. Untuk masalah percintaan mungkin aku yang paling dominan
bercerita, karena aku memang sangat tidak faham mengenai satu hal ini. Entah
mengapa untuk hal yang satu itu aku lebih banyak meminta saran kepada banyak
orang, padahal saat orang lain bercerita aku sebenarnya bisa memberikan saran.
Apakah ini yang dimaksud bahwa manusia ditakdirkan menjadi makhluk sosial?
Karena saat menghadapi masalah dia harus meminta bantuan dari orang sekitarnya,
meski sebenarnya masalah itu juga sering dimintai saran kepada dirinya sendiri.
Tetapi entahlah, aku juga bingung menyimpulaknnya. <o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Waktu demi waktupun
berjalan dengan normal dan tidak ada masalah apapun dalam pertemanan ini. Kami
berempat bahkan beberapa moment bisa nongkrong bersama dan bercerita kesana
kemari dengan penuh canda tawa. Saling berbagi cerita dan pengalaman hidup yang
pernah dialami oleh masing-masing dari kami.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Tepat di hari tahun baru
di tahun ini. Ibuku berulang tahun yang ke 52. Aku merayakannya dengan
sederhana hanya dengan ucapan dan sebuah kue yang aku persembahkan untuk beliau
disetiap tahunnya. Sebelum meniupkan lilin seperti biasa kami menguntai do’a
agar bisa dikabulkan keinginan di tahun ini. Dimulai dengan mencium tangannyaa
akupun ingin mendengar apa yang beliau inginkan dariku di tahun ini.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">“Sudah cukup lama ibu
tidak mendengar ceritamu mengenai seseorang perempuan? Biasanya selalu
menceritakannya kepada ibu” dengan nada lirih ibu mengatakan hal itu sambil
menatap kearah wajahku.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">“Sebenarnya belum ada
yang sangat dekat denganku bu, Cuma ada satu orang yang ingin aku ceritakan
tetapi aku ragu untuk hal itu” jawabku dengan nada bicara yang datar.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Tak pernah ku sangka di
tahun ini hal itu bisa terlontar dari perkataan beliau, karena sebenarnya belum
pernah sekalipun beliau meminta dikenalkan atau minta diceritakan mengenai
siapa sosok yang sedang denganku. Maklumlaah, aku adalah si single yang jarang
bisa suka dengan wanita, butuh waktu cukup lama hanya untuk bisa benar-benar
suka kepada seseorang.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">“Tidak apa-apa ceritakan
saja, ibu ingin mendengarkan sebuah cerita di hari ulang tahunmu ini” sahut
ibuku sambil mendekat ke arahku.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Perlahan aku buka media
sosial di handphoneku dan aku cari sebuah foto seseorang yang aku ingin
ceritakan kepada beliau. Setelah aku tunjukkan fotonya, perlahan aku ceritakan
tentang kepribadian dan keadaan darinya yang aku ketahui. Setelah aku rasa
cukup untuk bercerita. Aku mencoba keluar dari beranda media sosialku,
tiba-tiba muncul sebuah foto di bagian explore media sosial yang detik itu juga
ibuku langsung menanyakannya kepadaku.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">“Sebentar, jika yang itu
fotonya siapa? Tanya ibuku dengan lirihnya.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Akupun mengklik foto yang
muncul itu dan masuk ke akun media sosial miliknya.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">“Ini adalah temanku,
namanya adalah Pink. Dia adalah sahabat dari teman kuliahku yang tempo hari aku
ceritakan kepadamu itu bu” jawabku sambil perlahan berbaring di atas Kasur.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Tetapi entah kenapa,
setelah aku tunjukkan fotonya ibuku malah semakin banyak bertanya lagi
tentangnya. Tentang berapa usianya, dimana rumahnya dan bagaimana keadaan
keluarganya. Akupun tidak ada firasat apa-apa mengenai pertanyaan itu, karena
itu adalah pertanyaan standart yang biasa beliau lontarkan kepada setiap teman
yang aku kenalkan. Aku jawab pertanyaan itu dengan perlahan agar ibu mengerti
tentang siapakah sebenarnya temanku ini.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Tak selang beberapa lama
setelah obrolanku ini, handphone yang sedang aku pegang berbunyi. Ternyata itu
adalah panggilan dari kakakku yang sedang berada di perantauan juga. Lewat
panggilan video kakak menghubungiku tepat di hari ulang tahun ibu.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">“Selamat ulang tahun bu,
Panjang umur dan sehat selalu” ucap kakakku beserta istrinya yang sedang berada
dalam panggilan.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">“Iya amiin, terima kasih
nak” sahut ibuku dengan senyum yang menyimpul dari wajahnya.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Seperti biasa obrolah
diantara kami berlangsung seperti biasanya, tentang kabar dan bagaimana keadaan
di masing-masing tempat selama pandemi ini berlangsung. Tak terasa di tengah
perbincangan itu, timbul sebuah pertanyaan dari kakakku.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">“Adik sekarang dengan
siapa bu? Masak belum ada seseorang yang diceritakan ke ibu?” tanya kakakku
dengan nada yang diselingi bercandaan.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">“Barusan ibu diberikan
cerita mengenai dua orang yang sedang berteman dengan adikmu” jawab ibu sambil
tertawa pelan.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Akupun sedikit
kebingungan dengan jawaban dari ibu, padahal sebenarnya aku hanya mengenalkan
seseorang kenapa sekarang jadi dua orang. Ternyata si Pink juga menjadi topik
pembicaraan di moment ini.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">“Lho memangnya anak mana
saja bu? Tanya kakakku dengan nada penasaran.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Ibupun bercerita mengenai
kedua sosok itu sesuai dengan apa yang aku telah ceritakan di awal. Sembari aku
membantunya jika ada informasi yang kurang tepat dalam penyampaiannya.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">“Owgh begitu, terus adik
akhirnya bagaimana? Apakah sudah mengambil keputusan bu? Tanya kakakku lagi
dengan didampingi istri disampingnya.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Sembari mengajukan
pertanyaan, sesekali kakakku memberikan nasehat-nasehat yang biasa dia berikan
kepadaku. Maklumlah dia adalah sosok pengganti bapak didalam keluargaku, bukan
hanya nada suaranya tetapi wajah dan gaya bicaranya juga identik dengan apa
yang aku ingat dari almarhum bapakku dulu.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Setelah hampir satu jam lebih
obrolan ini berlangsung. Ibu, kakakku dan istrinya mengadakan voting dan
hasilnya senada. Diakhir percakapan ibu hanya berpesan kepadaku.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">“Nak, pilihlah dia yang
bisa menghargai dirimu, tidak perlu menjadikanmu sebagai orang lain agar dia
menyukaimu, tetapi dengan ke apa adaaanya dirimu dia bisa tertawa dan menangis
dihadapanmu. Hal ini akan terasa saat dirimu berbicara secara langsung berdua dengan
salah satu diantara keduanya.” ucap ibu sambil mengelus pundakku dengan
perlahan.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Setelah menyampaikan hal
itu, kamipun mengakhiri obrolan di malam itu. Sontak setelah moment itu akupun
terfikirkan akan nasehat ibu dan kakakku itu. Hampir semalaman aku masih terus
menerus memikirkan tentang nasehat itu. Sempat pula aku merasakan insomnia yang
mengakibatkan malamku sedikit beda dari biasanya, padahal keesokan harinya aku
masih harus masuk kerja.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Pada malam itu juga,
akhirnya aku mendapatkan sebuah jawaban dari maksud nasehat yang diberikan.
Mengenai rasa yang harusnya aku condongkan kepada siapa. <o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">“Iya, harusnya kepada si
dia aku memperjuangkannya bukan kepada yang satunya” kataku di dalam hati
sambil melihat kelangit langit kamar.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Setelah seminggu aku
mendapatkan keputusan mengenai hal itu, sembari aku mulai mengumpulkan perlahan
keberanian untuk bisa mengungkapkan apa yang harusnya aku katakan. Di pagi hari
aku membuat janji dengannya untuk bertemu di sebuah tempat penjual kopi yang
sebelumnya aku juga pernah berjumpa, dia mengiyakannya untuk bertemu di malam
hari setelah pulang kerja.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Di hari itu aku datang
lebih awal sambil beradaptasi dengan kondisi yang ada, aku pesan sebuah kopi
yang menjadi favoritku selama ini sambil kupesankan juga minuman yang biasa dia
pesan. Sambil menunggu dia datang, aku menyempatkan untuk bermain game terlebih
dahulu untuk mengusir rasa nervousku juga untuk menunggu kedatangannya. Tak
beberapa lama berselang, akhirnya dia datang dan langsung menuju meja yang
sudah aku tempati di awal. Obrolan dimulai dengan biasanya sembari ditemani
asap aroma penjual sate yang sedang menjual dagangannya, kami saling bercerita
tentang apa yang di alami selama liburan tahun baru ini. Tertawa seperti
biasanya dan bergurau seperti normalnya pertemuan biasanya juga. Tak beberapa
lama aku sempatkan berpamitan untuk ke kamar kecil sembari berusaha mengusir
rasa canggung yang aku rasa.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Setelah dari kamar kecil,
aku kembali menuju meja yang sedang ditempatinya. Setelah aku rasa di moment
yang tepat, aku awali dengan mengirimkan sebuah pesan yang berisikan dengan
biodata singkat mengenai penggambaran diriku. Sempat terlontar komentar yang
agak menohok setelah dibukanya pesanku. <o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">“Kok dengan begini ini
lagi? Apakah ini yang akan kamu kirimkan kepadanya? Tanya dia spontan kepadaku.
<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Mungkin dia mengira
biodata itu akan aku kirimkan kepada orang yang sering aku ceritakan juga
kepadanya. <o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">“Bacalah saja dulu sampai
selesai, baru nanti akan aku jelaskan” jawabku dengan nada datar.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Setelah beberapa menit
dia membaca biodata itu, akupun mengeluarkan sebuah benda dari dalam tas yang
aku bawa. Iya, itu adalah sebuah gelang. Gelang yang sudah lama aku simpan.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">“Apakah Cuma begini ini?
Kuranglaah menurutku” komentarnya dengan nada agak sinis.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">“Aku mengirim hal itu
bukan untuk dia, tetapi untukmu” ucapku sambil memandang ke arahnya.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Tak banyak kata yang bisa
dia ucapkan setelah aku bilang begitu kepadanya. Sambil perlahan aku minta
untuk meletakkan tangan di atas meja, aku pasangkan juga gelang yang tadi sudah
aku bawa. Perlahan aku mencoba menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi sehingga
aku mengambil keputusan akan hal ini.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">“Kenapa aku? Apa yang
membuatmu bisa yakin kepadaku? Tanyanya kepadaku dengan ekspresi wajah
kebingungan. <o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">“Pink, maaf sebelumnya
mungkin ini sangat mengagetkan untukmu. Tetapi memang keputusan inilah yang aku
ambil dan menurutku terbaik untuk saat ini.” Jawabku dengan perlahan<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Dengan ekspresi wajah
yang masih kebingungan dan serasa tidak percaya karena tidak pernah
terbayangkan dibenaknya jika akan terjadi moment seperti ini.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">“Aku hanya ingin jujur
dengan apa yang selama ini aku rasakan. Denganmu aku tidak perlu menjadi orang
lain untuk dihargai. Aku bisa menjadi diriku sendiri saat berbicara denganmu
dengan keapa adaanya diriku ini. Maaf juga jika ini mengagetkanmu, membuatmu
punya beban fikiran dan malah mungkin membuatmu merasa kebingungan. Aku ingin
membangun rasa ini denganmu karena apa yang dibangun akan bertahan lebih lama
daripada dengan apa yang tumbuh, karena yang tumbuh akan mengalami fase
kematian pada akhirnya. Aku memang sadar ini adalah situasi yang sulit, karena
sebelumnya kamu pernah mengalami sebuah proses dengan temanku sendiri tetapi
setelah ini aku akan berusaha menjelaskan kepadanya” jawabku dengan pelan
dengan sesekali menyimpulkan senyuman.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Mungkin saat aku sedang
menulis cerita ini, kamu masih dengan rasa bingungmu atas apa yang aku
sampaikan. Tetapi dari dalam diriku yang terdalam aku meminta maaf kepadamu yaa
Pink, karena menambah beban fikiranmu yang ada karena ulahku. Karena aku hanya
ingin setelah hal ini nanti menemukan jawabnya, aku ingin melihat sorot matamu
memancarkan kejujuran yang sebenarnya. Aku hanya melihat jika tawamu selama ini
hanya ingin menutupi segala kesedihan dan kegundahan yang dirimu alami. Pintaku
padamu hanya tersenyumlah jika memang dirimu benar-benar merasa bahagia, dan
menangislah jika memang dirimu sedang merasakan duka. Dirimu tak perlu
sepertiku yaa pink, yang selalu menyimpulkan senyuman dan merasa paling bahagia
apapun yang sedang aku rasakan. Aku memang sudah terbiasa dengan keadaanku ini
sejak dahulu, tetapi untukmu aku minta jangan seperti aku yaa.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Aku percaya jika dirimu
adalah sosok yang sangat kuat dalam menghadapi segala masalah yang ada. Jika
butuh bantuan pendapat, jangan sungkan juga untuk bercerita kepada orang-orang
yang berada disekelilingmu. Lebih sensitiflah kepada keadaan sekitarmu, bahwa
masih banyak orang yang peduli dan berempati terhadapmu. Dirimu tidak sendirian
pink, masih ada kedua orang tua yang bisa juga dirimu mintai nasehat jika orang
disekitarmu tidak bisa memberikan jawaban atas segala problematika hidupmu. Dirimu
bisa menasehati teman-temanmu saat mereka butuh pendapat, jadi sadarilah jika
dirimu sebenarnya adalah sosok yang kuat.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Pink, apapun yang dirimu
katakan nanti. Aku akan menjadi orang yang sama saat biasa kita bercerita, aku
tidak akan berubah sejengkal atau selangkahpun dari biasanya. Jadi jangan
jadikan beban fikiran yaa pink atas perkataanku kemarin itu. Jawablah sesuai
dengan apa yang memang benar-benar kamu rasakan. Maaf dan terima kasih yaa pink
atas semuanya…<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><o:p><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;"> </span></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><o:p><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;"> </span></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="line-height: 107%;"><o:p><span style="color: #ea9999; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;"> </span></o:p></span></p>ansoranalogihttp://www.blogger.com/profile/08608993156290281839noreply@blogger.com0Surabaya, Kota SBY, Jawa Timur, Indonesia-7.2574719 112.7520883-35.567705736178844 77.5958383 21.052761936178847 147.9083383tag:blogger.com,1999:blog-5565351336945695301.post-38587329488011811562021-01-03T09:21:00.001+07:002021-01-08T00:21:11.259+07:00<p><span style="color: #cc0000; font-family: Amaranth; font-size: medium;"> </span></p><p align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="color: #cc0000; font-family: Amaranth; font-size: medium;">BUNGSU, TERIMA KASIH…<o:p></o:p></span></b></p>
<p class="MsoNormal"><span style="color: #cc0000; font-family: Amaranth; font-size: medium;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Terkadang
merelakan hal yang belum bisa kita raih adalah sesuatu yang memerlukan sedikit
perjuangan lebih untuk melanjutkan hidup kedepan. Entah itu tentang barang
kesayangan ataupun perihal sebuah rasa, tetapi akan selalu ada yang hilang
secara perlahan tanpa adanya suatu hal yang dapat dijelaskan. Berlalu pergi
dengan sebuah keikhlasan yang ihsan merupakan suatu harapan setiap orang saat
melepaskan hal berharga yang belum sempat untuk diberikan kepastian. Kebijakan
dan kebajikan adalah kunci untuk membuat kata “merelakan” akan terasa lebih
ringan dan tiada beban. Rela untuk melepaskan merupakan nilai<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>tertinggi dalam sebuah perjuangan. Perjuangan
yang harus segera dihentikan saat benak mulai tersadar jika tujuan dari kedua
insan tidak menemukan ujung yang menyimpul dari setiap liku perjalanan. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="color: #cc0000; font-family: Amaranth; font-size: medium;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Terima
kasih aku ucapkan untuk segala hal yang telah dirimu utarakan. Tanya yang
selama ini tumbuh berkembang akhirnya menemukan sebuah keterangan yang bisa
membuat kesimpulan akan sebuah jawaban. Jawaban yang sebenarnya sempat terbesit
sebentar dalam relung fikiran, tapi tak pernah aku tengok penuh dengan
kejelian. Kadang sebuah kejelianpun diperlukan sebelum langkah besar akan mulai
dipijakkan, agar tanya bisa segera terjawab dan tidak menimbulkan besarnya
keraguan. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="color: #cc0000; font-family: Amaranth; font-size: medium;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Tepat
di malam yang dihiasi mendung semenjak hari masih terang benerang, aku berjalan
menuju tempat yang sudah disepakati untuk kita nantinya bertatap muka. Pertemuan
yang sudah sering kita lakukan untuk membahas hal yang berhubungan dengan
pekerjaan ataupun masalah kehidupan. Di sudut sebuah meja yang sudah aku
pilihkan, lantunan lagu mengalir menerjang masuk ke dalam telinga dan diri para
pengunjungnya. Malam ini adalah malam dimana biasa anak muda menikmati waktu
yang dibilang Panjang untuk menikmati dinginnya angin malam. Waktu yang
perlahan juga akan terus berlalu untuk menunggu dirimu datang untuk menemuiku.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="color: #cc0000; font-family: Amaranth; font-size: medium;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Langkah
kecilmu menuju ke arah tempat duduk yang sudah aku siapkan. Perlahan demi
perlahan obrolan mulai saling kita lontarkan. Mengenai bagaimana keadaan
dijalan sebelum menuju tempat pertemuan ataupun tentang masing-masing keadaan
selama tidak ada komunikasi ataupun pertemuan. Malam semakin larut dan obrolan
mulai saling mengerucut, terdengar secara lantang tentang pertanyaan dari
seorang teman yang duduk semeja dengan kita.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="color: #cc0000; font-family: Amaranth; font-size: medium;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>“Dalam
beberapa tahun kedepan, apakah hal yang ingin dirimu lakukan?”<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="color: #cc0000; font-family: Amaranth; font-size: medium;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Sontak
lamunanku terpecah dan sekejap handphone yang sedang ada di tangan aku letakkan
di atas meja bersama makanan dan minuman yang sudah di pesan. Dalam hati
kecilku hanya bisa berharap bahwa nantinya jawaban yang dirimu utarakan bisa
sesuai dengan apa yang aku inginkan.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="color: #cc0000; font-family: Amaranth; font-size: medium;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>“Kalau
aku masih ingin melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi” Jawabmu dengan nada
yang sedikit datar.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="color: #cc0000; font-family: Amaranth; font-size: medium;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Bagaikan
sebuah sentakan yang tidak diketahui dari mana asal bunyinya, dalam moment
itulah akhirnya aku harus mulai berdamai dengan harapan yang tidak sesuai
dengan kenyataan. Sambil berusaha bersikap biasa saja, kulanjutkan untuk
mendengarkan percakapan yang semakin berakar dalam topik pembahasan. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="color: #cc0000; font-family: Amaranth; font-size: medium;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>“Setelah
itu andaikan ada seseorang yang ingin memulai suatu hubungan dalam konteks
keseriusan denganmu, tetapi pendidikanmu masih blm bisa diselesaikan
bagaimana?” Sahut seorang teman yang di awal memberikan pertanyaan.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="color: #cc0000; font-family: Amaranth; font-size: medium;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>“Aku
akan pertimbangkan orang itu terlebih dahulu mengenai sikap dan kepribadiannya.
Apabila orangnya memang baik akan aku coba fikirkan mengenai hubungan yang akan
dilakukan untuk kedepannya. Tetapi apapun yang terjadi, pendidikanku harus
selesai terlebih dahulu” jawabmu dengan penuh keantusiasan.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="color: #cc0000; font-family: Amaranth; font-size: medium;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Saat
itulah aku tersadar kalau memang benar firasatku selama ini, jika hanya aku
yang berjuang untuk menujumu. Menunggu setiap balasan pesan darimu meski
berhari-hari tidak aku dapati sebuah balasan. Tetapi dirimu hanya berfokus pada
hal yang diinginkan untuk kedepannya termasuk dalam bidang Pendidikan tanpa
pernah sekalipun menoleh atau memandangku yang ada untuk memperjuangkanmu.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="color: #cc0000; font-family: Amaranth; font-size: medium;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>“Jika
memang seseorang ini serius terhadapku, berarti dia akan sanggup hanya untuk
menungguku menyelesaikan pendidikanku di perguruan tinggi meskipun 4 tahun
lamanya” sambungmu dalam sebuah pertanyaan yang masih mengambang. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="color: #cc0000; font-family: Amaranth; font-size: medium;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Bungsu,
dimulai dengan sebuah keresahan yang timbul karena komunikasi yang kita bangun
semakin jarang dan sulit dilakukan. Semakin besar keresahan yang aku alami,
akhirnya aku beranikan diri untuk membahas hal yang lebih mendalam mengenai apa
yang ingin kamu lakukan kedepannya. Memang jawabanmu masih bisa diterima oleh
nalar yang aku miliki, tetapi perbedaan usia yang cukup jauh dan jalan yang
akan kita tempuh tak saling menemukan ujung. Membuatku untuk mengambil
kesimpulan bahwa akan aku hentikan langkah perlahanku menuju dirimu. Tidak ada
yang salah dalam jawabanmu, tetapi setidaknya ini sudah tidak menjadi sebuah
abu-abu dan mendapatkan banyak pelajaran mengenai sebuah harapan. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span><o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="color: #cc0000; font-family: Amaranth; font-size: medium;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Bungsu,
terima kasih yaa… Meskipun kita tidak bisa mengubah moment menjadi sebuah
komitmen, meskipun apa yang ada dianganku dari awal mengenaimu tidak menemui
titik terang dan meskipun sampai kapan aku tetap akan mengingatmu sebagai
sebuah kisah tersendiri untuk fase yang telah aku lalui. Perbedaan usai yang
begitu cukup jauhnya, mempengaruhiku untuk menyimpulkan keputusan yang terbaik
untuk kita sekarang ini. Bukannya tidak mau untuk menunggu begitu lamanya,
tetapi usiaku sudah saatnya memasuki periode keseriusan.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="color: #cc0000; font-family: Amaranth; font-size: medium;">Bungsu. Tetaplah menjadi apa
adanya dirimu dan raihlah semua keinginan yang kamu kejar mumpung masih muda
juga. Sehat selalu disana dan tetaplah berusaha menjadi yang terbaik bagi
keluarga dan orang disekitarmu. Aku hanya bisa mendo’akan dalam diamku disini,
entah dirimu akan mendengar juga ataupun tidaknnya. Tetapi ikhlasku tak pernah
luntur untuk melepasmu ke arah yang kamu tuju kedepan. Semoga dirimu kelak
dipertemukan dengan orang yang tepat dan mengerti banyak tentang dirimu,
menerima rasa ingin tahu berlebihmu, kepala batumu dan sifat kakumu yang lainnya.
<span style="mso-spacerun: yes;"> </span><o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="color: #cc0000; font-family: Amaranth; font-size: medium;">Setidaknya sekarang sudah tidak
ada lagi orang yang tiba-tiba mengirimkan pesan yang tidak jelas hanya ingin
menanyakan kabar tentang dirimu dan keluargamu. Tidak akan ada lagi yang panik
sendiri saat tahu bahwa dirimu butuh sesuatu, tidak akan ada lagi yang
bertanya-tanya tentang apa kesibukanmu sehingga tidak sempat untuk membaca
pertanyaan dalam pesan-pesan pendekku. Tidak akan ada lagi yang berusaha untuk
memberikan ataupun menawarkan sesuatu meski sebenarnya tidak engkau butuhkan.
Tidak akan ada lagi yang berharap untuk engkau tanya meski mengenai hal-hal
yang sederhana.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="color: #cc0000; font-family: Amaranth; font-size: medium;">Sekali lagi terima kasih yaa
bungsu sudah menjadikan semua ini tidak abu-abu, setidaknya setelah kisah darimu
aku mendapatkan sebuah pelajaran lagi jika sebuah harapan harus dibarengi
dengan sebuah usaha untuk mengenal lebih dalam di awal sebelum memupuk rasa
agar bisa bersemayam. Selamat tinggal Bungsu, Sehat dan sukses selalu untuk
apapun yang akan kamu lakukan di masa sekarang ataupun dimasa yang akan datang.
Tanpamu aku juga harus menapakkan langkahku untuk terus melanjutkan kehidupan
kedepan, dengan perlahan juga untuk membiaskan sebuah harapan tentangmu selama
ini. Entah kapan waktunya, tetapi aku percaya bahwa hal indah juga akan
menghampiriku di masa depan tergantung dari perbuatanku di masa yang sekarang.
</span><o:p></o:p></p>ansoranalogihttp://www.blogger.com/profile/08608993156290281839noreply@blogger.com0Surabaya, Kota SBY, Jawa Timur, Indonesia-7.2574719 112.7520883-35.567705736178844 77.5958383 21.052761936178847 147.9083383tag:blogger.com,1999:blog-5565351336945695301.post-18189269076850510232020-12-20T16:56:00.001+07:002020-12-20T16:59:34.794+07:00<p><span style="color: #666666; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;"> </span></p><p align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #666666; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">HITAM ABU-ABU<o:p></o:p></span></span></b></p>
<p class="MsoNormal"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #666666; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Setiap langkah akan berjumpa pada
sebuah ujung persimpangan jalan yang bercabang. Kedua ujung persimpangan akan
memiliki arah dan tujuan berbeda yang bisa menentukan kemana langkah itu akan
terus berjalan. Berjalan menuju arah yang memang tepat ataupun menuju ke arah
yang akan malah menghambat. Tetapi kemanapun langkah menentukan arah yang
dipilihnya, harus dijalani dengan penuh ketulusan dan keikhlasan agar tidak
timbul sebuah penyesalan jika hasil akhirnya tidak sesuai dengan yang diinginkan.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #666666; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Entah mengapa aku harus berjumpa
juga dengan persimpangan jalan yang menimbulkan sebuah kebimbangan saat akan
menuju ke arahmu, harusnya aku tidak sepatutnya merasakan ragu saat akan
menujumu. Rasa ragu itu tiba-tiba saja menghadangku dengan begitu hebatnya.
Seakan langkahku harus terhenti sekejap untuk tetap menjadikanmu hanya sebuah
abu-abu. Warna yang tidak mempunyai sebuah kejelasan akan pendiriannya, warna
yang lebih condong ke arah hitam kelam ataupun putih yang terang benerang. <o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #666666; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Situasi dan kondisi yang menimbulkan
kebimbangan itu datang menyelinap perlahan ke dalam benak fikiran. Di asat aku
ingin mengubah abu-abu menjadi hitam, tetapi dampak yang ditimbulkan juga bisa
membuat semuanya malah hancur berantakan. Sedangkan jika aku hanya berdiam dan
tidak pernah mencoba untuk merubahnya, pasti akan timbul sebuah penyelasan
karena seakan tidak memperjuangkan dirimu dengan penuh kesungguhan. Dari awal
aku memang tak pernah memprediksi kebimbangan akan terjadi, karena aku yakin
niat baikku akan menghasilkan sesuatu yang baik pula. Kebimbangan ini terjadi
begitu saja hingga saat sekarang akupun tersesat dalam labirin pemikiranku
sendiri. <o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #666666; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Bungsu, aku harus bagaimana
sekarang? Setidaknya berikanlah setitik tanda agar aku bisa sedikit terbantu untuk
menentukan arah langkah ini. Aku tidak banyak meminta apapun darimu, tapi
tolonglah aku pada kondisi yang sekarang. Ketika aku mulai tersesat dan
kehilangan arah, harapku di tempatmu berada sekarang bisa sejenak terasa hal
yang sedang menyulitkanku dalam relung fikiran. Aku tahu dirimu hampir tidak
peduli dengan kehidupan kebanyakan orang, tetapi aku percaya jika jauh dalam
hati kecilmu juga punya rasa kepedulian terhadap diriku.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #666666; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Jika kejelasan abu-abu lebih condong
ke arah hitam menimbulkan kehancuran, begitupun jika abu-abu lebih memilih
untuk menjadi putih. Putihpun bisa mengakitkan sebuah jarak yang membuat kita
nantinya serasa tidak pernah seakrab saat berada pada sebuah moment seperti sedia
kala. Saat masih belum timbul rasa yang sekarang sedang aku perjuangkan. Membuat
semuanya menjadi asing dan tidak menimbulkan bekas sama sekali dalam benakmu.
Putih juga bisa mengakibatkan tinta yang telah coba aku torehkan dalam
kehidupanmu menjadi tidak berbekas sama sekali. Proses yang segitu panjangnya
tidak akan pernah terkenang ataupun teringat olehmu. Bagaikan tiupan angin yang
akan berlalu saat telah terhempas menuju kemana ke arah yang dituju.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #666666; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Bungsu, semoga suatu saat nanti jika
dirimu membaca tulisanku ini. Kamu akan tersadar bahwa ada diriku yang dalam
diam dan rasa bingungnya harus tetap menapakkan langkahku untuk terus menuju
dirimu. Berjuang dalam kebingungan dan keresahannya hanya untuk bisa membuat
dirimu kelak bahagia. Tak banyak pintaku sekarang yang masih terus berjalan ke
arahmu, setidaknya cobalah menengok sebentar saja ke arahku agar aku terus bisa
melangkah dengan penuh keyakinan untuk terus berjuang. Meski aku tahu ini
adalah sebuah pilihan yang menyulitkan, tetapi aku harus menentukan kemana arah
langkah ini akan menentukan tujuan dan kejelasan saat menemukan kebimbangan.
Putih ataupun hitam pada akhirnya, biarkanlah waktu yang akan menjawabnya
dengan penuh kebijaksanaan. Karena akupun sadar hanya dengan sebuah pertanyaan
agar dapat menemukan sebuah kejelasan. <o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #666666; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;">“Bungsu, bolehkan Aku berkata jujur
kepadamu?” ….<o:p></o:p></i></b></span></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #666666; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span><o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #666666; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #666666; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span><o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal"><o:p><span style="color: #666666; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;"> </span></o:p></p>ansoranalogihttp://www.blogger.com/profile/08608993156290281839noreply@blogger.com3Surabaya, Kota SBY, Jawa Timur, Indonesia-7.2574719 112.7520883-35.567705736178844 77.5958383 21.052761936178847 147.9083383tag:blogger.com,1999:blog-5565351336945695301.post-17396462412483631072020-12-10T23:31:00.005+07:002020-12-10T23:31:57.422+07:00<p><span style="color: #f1c232;"> </span></p><p align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="color: #f1c232;">KAMIS MANIS<o:p></o:p></span></b></p>
<p class="MsoNormal"><span style="color: #f1c232;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span></b>Rintik gerimis menyambutku
saat keluar dari balik sudut pintu persinggahan. Seakan ingin mengajakku
berlari kecil sembari sedikit membasahi peluh wajah dengan persona yang
dimilikinya. Hari ini adalah hari kamis. Sembari ditemani gerimis, aku
melaksanakan rutinitas yang biasa dilakukan sekali dalam sebulan. Rutinitas
yang sudah hampir aku lakukan sejak awal aku menetap di perantauan. Memang
menurut kebanyakan orang rutinitas ini adalah bukan hal yang wajar, tetapi untukku
ini adalah peristiwa yang membuatku belajar untuk bersyukur kepada Sang Maha
dengan cara yang berbeda. Rasa syukur bisa dapat dipanjatkan dengan berbagai
cara, karena setiap insan yang bernyawa memiliki sudut pandang pemikiran yang
tak sama.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="color: #f1c232;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Kamis
adalah hari yang cukup sakral menurutku sebagai seorang muslim. Karena sejak
usiaku masih belia, di hari kamis inilah aku diajari untuk tetap singgah di
dalam rumah. Dibiasakan untuk menguntai baris kata alunan do’a yang ditujukan
untuk saudara sesama yang telah berpulang mendahului kita menemui Sang Maha
Pencipta. Dari sore selepas adzan magrib berkumandang, sampai gema adzan isya’
menampakkan suaranya. Tak ada senggang waktupun yang tidak terdengar tanpa
alunan bait-bait do’a yang terucap dari lisan bersahut-sahutan. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="color: #f1c232;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Di
perantauan inilah tradisi itu masih terus aku usahakan untuk tetap terus
berjalan. Karena hal baik wajib untuk diteruskan, agar bisa memberikan manfaat
juga bagi kehidupan di masa sekarang ataupun di masa depan. Tapi yang
membedakan, kesakralan di hari kamis ini di perantauan biasa aku gunakan untuk
bersilaturahmi kepada Leluhur Kekasih Sang Maha yang telah banyak memberikan
karomahnya kepada kebanyakan masyarakat di tempat perantauanku. Sosok yang tak
mungkin bisa lekang jasa dan namanya meskipun raga sudah tak bisa duduk bersama
dalam satu perkumpulan. Tetapi rasa dan jiwa selalu terasa dekat jika bersilaturahmi
menuju tempat pesareannya.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="color: #f1c232;">“ Assalammualaikum Mbah” Ucapku
selalu saat akan duduk dan memulai untuk memanjatkan do’a berada di sekitar
tempat persinggahannya.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="color: #f1c232;">Sempat terlintas beberapa kali
dalam benakku, jika suatu saat pasti akan ku ajak Bungsu bersamaku untuk
bertamu kepada beliau. Sebelum raganya aku ajak berkunjung, akan aku diskusikan
dahulu dengan perlahan agar beliau bisa menyampaikannya kepada qalbu Si Bungsu.
Itulah keinginan sederhanaku, menjadikanmu yang pertama aku ajak kesana agar
tahu rasanya bisa sedekat itu dengan para kekasih Sang Maha yang telah banyak
memberikan jasa.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="color: #f1c232;">Hari kamis ini juga terasa manis,
karena keesokan harinya adalah hari dimana mayoritas laki-laki muslim
melaksanakan kewajibannya setiap sekali dalam<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>sepekan bersama-sama dalam satu atap. Sitilah Manis ini berasal dari
perhitungan kalender jawa yang jatuh setiap sebulan sekali ketika dipertemukan
dengan hari kamis. Seperti sepasang jodoh, meskipun terasa lama ataupun tidak
waktunya untuk bisa bertemu. Tetapi kamis akan menjadi sepasang dengan manis
jika waktunya sudah tiba apapun hal yang akan terjadi untuk menghalangi
perjumpaan keduanya.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="color: #f1c232;">Kamis, tetaplah manis dan jangan
sampai mengakibatkan tangis. Hadirmu akan selalu menjadi hari renungan
sekaligus ke khusyu’an setiap insan untuk memanjatkan sebuah harapan.
Kesakralan moment yang engkau ciptakan, akan selalu aku nanti-nantikan meskipun
dalam kondisi gelisah ataupun bahagia. Hanya dengan hadirnya dirimulah aku bisa
sedikit mengingat tentang banyaknya saudara yang telah pergi mendahului kita di
dunia. Jangan pernah lunturkan persona yang telah berabad-abad lamanya
disematkan kepadamu oleh kebanyakan insan. Gerimis ataupun hujan yang datang di
moment harimu, tak akan pernah menyurutkan niatan untuk memanjatkan harapan
yang sama kepada Tuhan.</span><o:p></o:p></p>ansoranalogihttp://www.blogger.com/profile/08608993156290281839noreply@blogger.com2Surabaya, Kota SBY, Jawa Timur, Indonesia-7.2574719 112.7520883-35.567705736178844 77.5958383 21.052761936178847 147.9083383tag:blogger.com,1999:blog-5565351336945695301.post-36980217617642812712020-12-09T22:57:00.003+07:002020-12-09T22:57:56.266+07:00<p><span style="color: #fcff01;"> </span></p><p align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><span style="color: #fcff01;">BUNGSU<o:p></o:p></span></span></b></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="color: #fcff01;">“Hay Bungsu,
apa kabar?” Semoga keadaanmu baik-baik saja yaa disana. Cukup lama juga kita
tidak bertatap muka dan bersenda gurau bersama. Mungkin tidak sampai sebulan,
tapi buatku sebulan pun terasa hampir setahun hahaha… <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="color: #fcff01;">“Keluarga
masih sehat juga bukan?” Musim pancaroba seperti ini sedang musimnya orang
sakit soalnya, jangan lupa dijaga kesehatannya juga terutama untuk Bapak
dirumah. Jangan sampai telat untuk memberikan obat yaa, agar kondisinya cepat
membaik dan bisa terus bersamamu hingga dewasa nanti.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="color: #fcff01;">“Owgh iya
Bungsu, bagaimana dengan pekerjaanmu disana?” Masih lancar tanpa kendala juga
kan pastinya, tenang saja sebentar lagi pasti akan selesai juga untuk
kerjaannya. Jangan kecewakan amanah yang telah diberikan yaa, kerjakan dengan
ikhlas dan penuh dengan tanggung jawab agar hasilnya juga memuaskan. Meskipun
sedikit agak berat, tetapi percayalah bahwa amanah tidak akan pernah salah
memilih pundak untuk bersandar.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="color: #fcff01;">Banyak hal
yang sebenarnya ingin aku ceritakan juga kepadamu Bungsu, tapi memang keadaan
yang masih tidak memungkinkan kita untuk bertemu. Aku disini Cuma bisa
mendo’akan yang terbaik untuk dirimu dan keluargamu, meskipun aku tak tahu
apakah dirimu juga memanjatkan do’a yang sama untukku. Tapi jangan khawatir dan
merasa sendiri yaa Bungsu, ada aku disini yang selalu mengamatimu dari kejauhan
dalam diamku. Berusaha menghiburmu meski hanya dalam untaian suara di dalam
hatiku, entah dirimu bisa merasakannya ataupun tidak tetapi harapku apa yang
aku batinkan akan sampai kepada dirimu juga. Hilangkanlah ragu dalam setiap
langkah yang akan kamu ambil, karena apapun langkahmu selalu terlapis do’a yang
terbaik juga untukmu dariku.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="color: #fcff01;">Hal yang ingin
aku ucapkan untukmu hanya bisa aku tuliskan dalam bait narasi pendekku ini.
Karena akupun tak tahu juga bagaimana caranya untuk mendapatkan jawaban atas
segala pertanyaan yang telah aku rangkaikan untukmu. Dalam benakku, ingin
sebenarnya untuk mengirim sebuah pesan singkat disetiap paginya hanya untuk
mengetahui keadaanmu apakah masih baik-baik saja disana. Tetapi aku takut pesan
yang aku kirimkan malah akan mengganggu konsentrasi dalam segala kesibukanmu.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="color: #fcff01;">Tak sepandai
laki-laki pada umumnya, aku bukan tipe orang yang bisa memberikan rayuan dan
membuatmu tersipu malu hanya lewat pesan singkatnya. Diriku malah cenderung
kaku dan lebih banyak memberikan pertanyaan yang memerlukan waktu sejenak
berfikir untuk menjawabnya. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Meskipun tak
jarang aku selipkan cerita yang menurutku lucu hanya agar bisa membuatmu
tertawa saat membacanya.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="color: #fcff01;">Bungsu,
mungkin hanya lewat tulisan ini aku bisa bertanya leluasa kepadamu. Meskipun
pertanyaanku entah kapan bisa engkau jawab, tapi aku percaya bahwa setiap tanya
pasti akan mendapatkan jawaban meski dalam cara yang berbeda.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Maaf juga yaa, sering pula dalam kata-kata
yang aku ucapkan malah membuatmu jengkel dan cenderung malah membuat emosimu
memuncak. Tetapi percayalah, aku begitu hanya sekedar ingin melihatmu dalam
sudut pandang sifatmu yang lainnya.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="color: #fcff01;">Maaf juga jika
tak jarang aku banyak berkomentar dan memintamu untuk mengganti foto di akun
media sosialmu. Niatku hanya untuk bisa melihat keindahan dari beberapa simpul
senyuman yang kamu ciptakan. Karena keindahan tak bisa dinikmati dengan
sepenuhnya jika tidak dilihat dengan cara dan perspektif yang berbeda-beda.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="color: #fcff01;">Memang menurut
kebanyakan orang dirimu hanya seorang gadis biasa yang hidup dengan keadaan
normal seperti anak seumuran. Tetapi menurutku dirimu adalah salah seorang anak
Bungsu yang lebih dari gadis kebanyakan seusiamu. Di usiamu yang masih sangat
muda, dirimu sudah mengemban tugas yang cukup berat dalam keluarga. Tugas yang
seharusnya lebih pantas di emban oleh Sulung dalam silsilah keluarga. Tetapi
tidak untukmu, dirimu rela mengurangi hasil uang jerih payahmu yang seharusnya untuk
uang jajan malah disisihkan untuk membantu kebutuhan keluarga dan pengobatan
Bapak.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="color: #fcff01;">Bungsu,
sebenarnya aku iri terhadapmu yang masih bisa berjuang untuk keluarga.
Sedangkan diriku masih belum mampu sepeduli itu terhadap keluargaku. Kadang
juga aku masih merepotkan bahkan cenderung lebih mengedepankan ego saat di ajak
bercerita oleh keluarga. Mungkin memang karena aku adalah anak Sulung, yang
cenderung lebih dominan dan sulit untuk dinasehati karena keadaan yang telah
menempaku jadi seperti sekarang ini. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="color: #fcff01;">Tetapi satu
pesanku untukmu Bungsu, sayangilah Bapak dan Ibumu sepenuh dan setulus hatimu.
Karena sesuatu yang berharga baru terasa andaikan sudah tidak lagi bersama
kita. Do’akanlah mereka dalam setiap sujudmu, sempatkanlah menyebut namanya
saat setiap ibadahmu. Bagaimanapun dan sebawel apapun orang tua, itu
semata-mata hanya untuk kebaikan anak-anaknya. Jangan lelah juga untuk terus merawat
dihari tuanya, karena semakin usia bertambah orang tua hanya ingin banyak
didengar dan diajak ngobrol oleh anaknya agar tak terasa sepi saat usia sudah
semakin betambah.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="color: #fcff01;">Bungsu, dalam
diamku sekarang. Aku hanya bisa meminjam namamu untuk aku diskusikan dengan
Yang Maha di tengah gelapnya malam. Maaf yaa, aku meminjam tanpa meminta izinmu
terlebih dahulu, tetapi apabila situasi bisa mempertemukan nanti aku akan
meminta izin kepadamu secara langsung. Mungkin dengan aku diskusikan namamu
dalam malamku, aku lebih tenang dan tidak khawatir menggangu setiap aktivitas
disetiap harimu lewat pesan singkat yang aku kirimkan.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><span style="color: #fcff01;">Sembari aku
menyelesaikan tugas akhir kuliahku, aku hanya bisa berusaha memantaskan diri
agar pantas untuk engkau cintai nanti. Mempersiapkan masa depan dengan matang
untuk menjemputmu di dalam ikatan kebaikan. Tak banyak pintaku, hanya jangan
lupa untaikan do’a terbaik juga yaa untukku. Aku tak banyak berharap kepada
manusia seperti pesanmu untukku di kala itu. Aku juga merasa tidak sepantasnya
untuk mengharapkan hadirmu di dalam kisahku karena dirimu terlalu berharga,
sedangkan diriku bukan siapa-siapa. Tetapi satu harapku bahwa tunggulah aku
sebentar lagi saja. Jangan pernah kemana-mana dan tetaplah singgah di setiap
moment, hingga saat nanti kita bisa dipertemukan dalam keadaan terbaik dan akan
menjadi sebuah komitmen. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;"><o:p><span style="color: #fcff01;"> </span></o:p></p>ansoranalogihttp://www.blogger.com/profile/08608993156290281839noreply@blogger.com0Surabaya, Kota SBY, Jawa Timur, Indonesia-7.2574719 112.7520883-35.567705736178844 77.5958383 21.052761936178847 147.9083383tag:blogger.com,1999:blog-5565351336945695301.post-36931414314545797182020-12-09T15:43:00.001+07:002020-12-09T15:43:10.108+07:00<p><span style="color: #bf9000; font-family: Sriracha;"> </span></p><p align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="color: #bf9000; font-family: Sriracha;">RUPA PUNCAK PUNDAK<o:p></o:p></span></b></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><span style="color: #bf9000; font-family: Sriracha;">Sepekan setelah survey dilakukan, tibalah waktu pelaksanaan
untuk diklat keorganisasian. Sambil mengecheck perlengkapan bawaan, panitia
juga mengumpulkan peserta untuk memberikan panduan selama kegiatan yang akan
dilakukan. Pada pukul tujuh malam, kami rombongan berangkat menggunakan mobil
perintis bak terbuka yang biasa digunakan untuk mengirim pasukan pembela tanah
air (TNI) ke dalam medan latihannya. Kami berangkat dari kampus menuju bumi
perkemahan yang telah team survey tinjau sejak sepekan lalu. Selama perjalanan,
kami hanya bisa terdiam dengan suara yang pelan agar pengguna kendaraan lain
tidak terganggu dengan suara yang kami timbulkan. Dua jam setelah perjalanan
berlangsung, tibalah kami di bumi perkemahan yang kami tuju.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><span style="color: #bf9000; font-family: Sriracha;">Kami berjumlah dua puluhan orang terhitung peserta diklat dan
panitianya juga. Setelah mobil berhenti dan mematikannya mesinnya, kami
langsung menurunkan barang logistic yang kami bawa dengan perlahan menuju bumi
perkemahan. Situasi sedang gerimis kecil yang mengakibatkan sebagian baju yang
kami kenakan menjadi basah. Saat peserta laki-laki menurunkan barang bawaan dari
mobil dan membawanya ke lokasi bumi perkemahan, untuk peserta dan panitia
wanita menyiapkan minuman dan makanan untuk dinikmati setelah barang telah
selesai di turunkan dan di bawa ke lokasi. Maklum setelah perjalanan yang cukup
melelahkan, haus dan lapar juga timbul karena kondisi sedang gerimis juga.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><span style="color: #bf9000; font-family: Sriracha;">Setelah dirasa kenyang, panitia mengumpulkan peserta untuk
mengambil barang bawaan yang telah diletakkan di lokasi untuk membagi mereka
juga menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4 orang, yang
masing-masing kelompok diberikan tugas mendirikan sebuah tenda untuk bermalam.
Tidak butuh waktu lama setelah tiga puluh menit intruksi diberikan, tenda dari
masing-masing kelompok sudah bisa didirikan dan siap ditempati. Perlahan barang
bawaan yang mereka bawa juga dimasukkan ke dalam tenda agar terlindung dari
basah yang timbul karena gerimis air hujan.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><span style="color: #bf9000; font-family: Sriracha;">Pada malam itu masih belum ada kegiatan ataupun materi yang
diberikan kepada peserta, dikarenakan situasi dan kondisi yang kurang mendukung
untuk dilakukannya aktivitas di malam hari. Selain karena faktor rasa lelah
yang sudah terasa, kami juga harus mengumpulkan tenaga ekstra untuk melakukan
kegiatan pendakian pada esok harinya. Iyaa.. pendakian, itulah tujuan utama
dari diklat keorganisasian yang kami lakukan setelah fajar menyingsing pada
keesokan harinya.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><span style="color: #bf9000; font-family: Sriracha;">Suara adzan shubuh samar terdengar, kami sebahai panitia
beranjak bangun dari tidur untuk membangunkan peserta yang sedang terlelap
untuk melaksanakan sholat dan apel pagi sebelum pelaksanaan kegiatan. Kegiatan
awal kami lakukan senam pagi untuk perenggangan agar lebih hangat juga kondisi
tubuhnya setelah diguyur gerimis semalaman penuh. Di bumi perkemahan ini memang
udara bisa dibilang cukup dingin berbeda dengan keadaan normal yang ada di
kota. Kegiatan demi kegiatan telah dilakukan semenjak setelah kegiatan ishoma
shubuh sampai menjelang dhuhur. Para peserta dan panitia dipersilahkan untuk
berkemas melipat tenda masing-masing sembari menyiapkan peralatan pendakian
yang dilaksanakan setelah ishoma di waktu dhuhur selesai.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><span style="color: #bf9000; font-family: Sriracha;">Tibalah waktu untuk berkumpul dan mengatur urutan barisan
agar mudah saat melakukan kegiatan pendakian, tak lupa sebelum berangkat kami
panjatkan do’a agar kegiatan yang kami lakukan dapat berjalan dengan lancer dan
tanpa kendala. Perlahan langkah kaki kami berjalan menyusuri jalur pendakian
yang sudah disediakan. Dengan ditemani pemandu pendakian yang biasa mengantarkan
para pendaki menuju ke puncak, kami berjalan menjadi satu barisan Panjang ke
belakang dengan peserta berada di urutan tengah dan panitia berada di depan dan
belakang barisan. Masih belum lama kami memulai perjalanan, ada dua orang
peserta perempuan yang mengalami pusing dikarenakan fobia akan ketinggian,
padahal ini masih belum sampai lereng gunung dan masih di kaki gunung paling
bawah huuffh<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><span style="color: #bf9000; font-family: Sriracha;">Tak menunggu banyak waktu, tas dan barang bawaan dari dua
peserta tersebut akhirnya dibawakan oleh para panitia laki-laki yang berada di
belakangnya. Mereka yang fobia dengan ketinggian akhirnya digandeng secara
perlahan agar berjalan tanpa melihat kebelakang agar tidak semakin parah fobia
yang ditimbulkan. Sekitar tiga puluh menit sekali kami singgah untuk minum dan mengecheck
kondisi masing-masing peserta.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Sekitar
empat jam berlangsung. Dengan perjalanan yang sangat melelahkan akhirnya kami
sampai di atas puncak si Pundak saat bintang mulai bangun dari tidur panjangnya.
Puncak yang saat survey dilakukan belum bisa kami tapakan kaki di sana.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><span style="color: #bf9000; font-family: Sriracha;">Hal pertama yang dirasakan setelah sampai dipuncaknya adalah
rasa lega bercampur gembira. Hasrat terpendam setelah sepekan tertahan akhirnya
bisa diwujudkan dengan perjuangan yang cukup melelahkan. Aku berdiri di bagian
tengah puncak yang dipenuhi padang savanna luas dengan kondisi keringat yang
masih basah. Berkata syukur lirih dalam hati atas keindahan yang telah
diciptakan oleh-Nya. Sembari memandangi sekeliling langit yang terlukis indah
dengan hiasan cahaya pantulan dari sinar kejora dari arah barat daya. Akupun
berjalan perlahan mengambil air dalam botol untuk menunaikan kewajiban sebagai
ungkapan kenikmatan bisa sampai di daratan yang indah dengan senyuman merekah.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><span style="color: #bf9000; font-family: Sriracha;">Pundak, semoga indah rupamu ini bisa bertahan sampai nanti saat
waktu aku bisa menjengukmu lagi. Dengan seseorang yang mungkin bisa menambah
indah rasa yang terlintas takjub akan segala hal yang kamu miliki. Rasa yang
lama tak pernah aku ulangi lagi sebelum aku tapakkan kedua kakiku di puncakmu
ini. Semoga ….</span><o:p></o:p></span></p>ansoranalogihttp://www.blogger.com/profile/08608993156290281839noreply@blogger.com0Surabaya, Kota SBY, Jawa Timur, Indonesia-7.2574719 112.7520883-35.567705736178844 77.5958383 21.052761936178847 147.9083383tag:blogger.com,1999:blog-5565351336945695301.post-70194511740991341062020-09-27T17:35:00.007+07:002020-09-27T17:44:24.411+07:00<p><span style="color: #7f6000; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;"> </span></p><p align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="color: #7f6000; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">TERISAK di PUNDAK<o:p></o:p></span></b></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #7f6000; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Sebagai anak desa yang tinggal sejak kecil di pesisir gunung,
mungkin terdengar aneh jika mempunyai kegemaran sebagai seorang pendaki.
Kegemaran yang sebenarnya lebih cocok dilakukan oleh anak kota yang jarang
sekali berwisata di alam terbuka untuk melepaskan kepenatan setelah bekerja.
Sejak usia remaja, tak jarang juga sebenarnya aku bersepeda ataupun
berpetualanglah istilahnya dengan teman”ku. Saat hari minggu menyusuri anak
gunung yang tak jauh dari tempat tinggalku. Berangkat setelah sholat shubuh
bersama-sama agar saat sampai di puncaknya masih bisa melihat mentari perlahan
terbangun dari tidur lelapnya. Masa remajaku dulu masih belum ada smartphone
untuk mengabadikan moment seperti itu, moment yang hanya bisa diabadikan di
dalam memori fikiran tanpa ada bukti secara visual. Sejak dari sekolah dasar,
aku juga gemar sekali yang namanya berkemah. Membangun tempat berteduh sendiri,
memasak sendiri dan mencuci baju sendiri, hitung-hitung belajar mandiri juga.
Hampir sebulan sekali pasti ada saja acara berkemahnya, sampai” orang di rumah
bingung sendiri kok bisa lebih nyaman di luar rumah yang lebih susah daripada
dirumah sendiri yang apa-apanya sudah tersedia. Maklumlah aku juga mempunyai
bekal sebagai anak pramuka yang memiliki jiwa petualang. Di pramuka inilah aku
diajari bagaimana cara hidup di alam bebas yang jauh dari rumah dengan membawa
perbekalan dan peralatan seadanya.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #7f6000; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Saat memasuki usia menjelang dewasa, kebiasaanaku untuk
berpetualang malah lebih condong ke daerah pesisir pantai. Karena di pantai lebih
mudah dijangkau dan lebih banyak tersedia juga kebutuhan logistic apabila
dibutuhkan. Seperti jika butuh makan banyak yang berjualan, jika butuh mandi
tinggal ke kamar mandi umum. Berbeda dengan di gunung yang harus memasak
sendiri segala sesuatunya jika lapar dan malah sampai tidak mandi berhari-hari
lamanya. Namun entah kenapa saat ikut organisasi di kampus, acara pelantikan
anggota baru agendanya adalah diklat menyusuri alam yang mewajibkan untuk
berkemah dan mendaki gunung. Saat moment itulah kegemaranku mendaki mulai
muncul kembali meski sempat terpinggirkan cukup lama juga waktunya. Karena
sudah lama tidak berkegiatan berat untuk pendakian, mau tidak mau setiap pagi
sebelum berangkat bekerja aku sempatkan untuk jogging santai hampir tiga puluh menit
tanpa henti selama sebulan lamanya. Capek memang, tetapi jaga-jaga juga
untuk kesiapan fisik saat melakukan pendakian. Tak lupa juga nutrisi harus
tercukupi agar kondisi tubuh tetap prima saat melakukan aktifitas olahraga dan
siap saat mendaki nantinya.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #7f6000; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Awal November 2019, seminggu sebelum peserta melakukan
prosesi diklat anggota baru, panitia membentuk team survey untuk memastikan
tempat berkemah dan jalur pendakian bisa dilalui saat pelaksanaan diklat
nantinya. Aku dan lima orang temanku ditunjuk sebagai team survey yang
mengharuskan kami berkemah dan mendaki sebelum panitia lain dan para peserta
melakukannya. Kami berenam berangkat dari Surabaya menuju ke kota Mojokerto
mengendarai motor pada siang hari dan sampai disana saat sore harinya.
Perjalalanan memakan waktu sekitar dua jam lamanya dengan kecepatan sedang,
maklum dikarenakan dua anggota team survey kami adalah perempuan jadi tidak bisa
memacu kendaraan dengan amat kencang. Hujanpun datang ditengah perjalanan kami
saat menuju ke tempat pertama yang kami survey, yaitu di bumi perkemahan. Kami
sampai di bumi perkemahan sekitar pukul lima sore, dikarenakan jadwal
keberangkatan kami yang awalnya dari Surabaya pukul satu siang molor menjadi
pukul tiga sore. Di bumi perkemahan ini kami memastikan luas kapasitas tempat
yang dibutuhkan untuk prosesi diklat nantinya, sambil memberikan uang muka
untuk menyewa selama beberapa hari kedepannya.<a name="_Hlk52103299"> Kami
putuskan untuk singgah sejenak di bumi perkemahan sampai nanti setelah sholat
isya’ untuk menuju tempat survey kedua.</a><span style="mso-spacerun: yes;">
</span>Semua keadaan masih berjalan dengan normal di tempat survey pertama,
hanya dinginnya udara disertai air hujan yang menemani kami di sore itu.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #7f6000; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Setelah melaksanakan sholat isya’, kamipun berkemas untuk
bersiap menuju ke lokasi survey kedua yaitu jalur pendakian di Gunung Pundak.
iyaa gunung pundak, kesanalah awal aku mulai mendaki lagi meski bukan karena
kemauan pribadi tetapi hanya tuntutan untuk proses pelantikan organisasi.
Tetapi jangan salah, disinilah awal naluri mendakiku mulai bergejolak lagi
sampai sekarang ini. Sesampainya di loket pendaftaran, kami mengisi biodata
secara lengkap sesuai kartu tanda penduduk untuk memenuhi syarat formal
pendakian di sertai lamanya waktu kami akan bermalam disana. Katanya untuk
jaga-jaga juga apabila andaikan ada yang tersesat bisa di ketahui biodatanya
secara cepat. Setelah pengecheckan logistic dan kondisi tubuh masing-masing
team selesai, kami memulai pendakian. Saat itu waktu menunjukkan sekitar pukul
delapan malam. Secara perlahan kamipun melangkah dengan ditemani lampu senter
yang masing-masing kami pegang menyusuri gelapnya jalur pendakian meskipun
sebenarnya banyak pendaki lain juga yang lalu lalang. <o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #7f6000; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Kami berjalan berbaris berenam dengan dua anggota perempuan
yang berada di urutan ke empat dan kelima. Aku berada di urutan paling depan
berjarak sekitar sepuluh meter dari rombongan untuk memastikan jalan yang kami
lalui aman dan tidak ada hambatan apapun. Sembari mengobrol santai, kami
sesekali bertegur sapa dan berpapasan dengan pendaki lainnya yang sedang turun
ataupun yang baru mulai mendaki seperti kami. Tak terasa sudah tiga puluh menit
berjalan, obrolan kami terhenti karena dua perempuan dari team kami sudah
merasakan kelelahan. Mungkin karena ini adalah pengalaman pertama buat mereka
jadi kami putuskan untuk beristirahat. Setelah sepuluh menit kami berhenti,
kami lanjutkan lagi pendakian dengan barisan yang masih sama urutannya. Tetapi
belum beberapa lama kami mulai berjalan lagi, tiba-tiba salah satu perempuan di
team kami terjatuh dan mulai mengigau sambil terisak tangis. Sontak aku
berjalan menghampirinya disertai dengan temanku yang lain untuk memastikan
keadaan. Menurut cerita teman perempuanku yang dibelakangnya, dia mengeluh
sudah merasakan berat di bagian belakang lehernya sejak di awal pos pendaftaran
tadi. Sampai akhirnya dia tetap memaksakan untuk melakukan pendakian dan
akhirnya terjatuh. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span><o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #7f6000; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Malam semakin larut, aku lihat jam tangan dan sudah
menunjukkan sekitar pukul sepuluh malam. Dua jam yang kami lalui dan belum
sampai di pos pertama yang di prediksi bisa ditempuh dalam waktu satu jam saja.
Karena ternyata teman perempuanku yang terjatuh tadi mengalami halusinasi atau
biasa disebut kesurupan. Dia mulai meronta-ronta sembari ditemani isak tangis dan
mengigau di tengah jalur pendakian. Banyak pendaki lain yang menghampiri dan
berusaha menolong team kami agar dibawa ke pos satu agar bisa lebih leluasa
lagi untuk melakukan pertolongan. Sesampainya di pos pertama, bukannya malah
sembuh tetapi malah menjadi-jadi. Semakin mencekam malam di hari itu dibuatnya,
teriakan-teriakan keras yang dilakukannya membuat hening malampun pecah. Hampir
satu jam lebih akhirnya kami bisa menenangkan dirinya sambil dibawa masuk ke
sebuah tenda milik pendaki lainnya yang bermalam di pos satu. Aku dan temanku
lainnya memutuskan untuk tidak melanjutkan pendakian ini dan mendirikan tenda
untuk bermalam. Tetapi sialnya, kerangka tenda yang kami bawa dari bumi
perkemahan ternyata salah dan mengharuskan untuk turun mengambilnya lagi.
Karena terpaksa juga agar tenda kami dapat berdiri, akhirnya aku dan salah
seorang temanku turun dari pos satu menuju bumi perkemahan. Lelah rasanya
karena setelah turun dari gunung menuju ke bumi perkemahan, kamipun harus naik
lagi ke pos satu untuk mendirikan tenda. Entah apa yang sebelumnya kami
lakukan, tetapi hari itu memang keberuntungan jauh dari team survey kami. <o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #7f6000; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Sesampainya di pos satu lagi dan tenda sudah kami dirikan
sekitar pukul dua belas malam. Teman perempuan yang kerasukan masih belum bisa
diajak berbicara dan masih mengigau sendiri sambil menunjuk-nunjuk ke sebuah
sudut yang tidak ada apapun sebenarnya. Kami berlima yang masih memiliki
kesadaran penuh juga paranoid dibuatnya. Tak lama ada pendaki yang menghampiri
kami dan menanyakan mengenai teman perempuan yang kerasukan itu. Ternyata dia
adalah salah satu juru kunci dari gunung yang sedang kami daki ini, dia
menghampiri teman perempuan yang kerasukan sambil dibacakan do’a yang
dilantunkan sambil meminumkan segelas air kepadanya. Perlahan keadaan mulai
kondusif dan tenang, teman perempuan yang kerasukan kami gotong untuk dibawa
masuk ke tenda yang kami dirikan sendiri ditemani teman perempuan yang berada
di team survey kami. Di luar tenda, kami berbincang sejenak dengan orang yang
membacakan do’a tadi, ternyata jika saat melakukan pendakian tidak
diperbolehkan membawa benda yang biasa disebut “jimat” karena di gunung
memiliki siklus dan adatnya tersendiri. Itulah yang menyebabkan temanku
kerasukan karena dia dibekali suatu hal oleh orang tuanya dari rumah sebelum
melakukan pendakian.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="line-height: 107%;"><span style="color: #7f6000; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Sesudah lewat tengah malam, keadaan sudah semakin tenang dan
kami para lelaki membuat jadwal bergantian untuk berjaga saat yang lainnya
sedang tidur terlelap. Dua jam sekali kami bergantian untuk tidur agar barang dan
tenda kami tidak diserang oleh binatang buas yang berkeliaran di tengah malam. Saat
waktu berjaga inilah aku sedikit bernostalgia dengan alam, ditemani api unggun
kecil sebagai penghangat dan secangkir susu yang membuat keheningan malam
semakin nikmat. Moment inilah yang tidak dapat dinikmati saat berada di rumah,
kesejukan udara malam lepas sembari ditemani secerca embun yang sebentar lagi
lapuk menjadi tetesan air saat mentari mulai menampakkan dirinya. Terbesit
dibenakku, andaikan ini bisa terjadi di puncak gunung nanti pasti lebih nikmat
lagi rasanya. Saat pelaksanaan diklat nanti, bagaimanapun caranya harus bisa
sampai ke atas agar bisa tahu bagaimana rupa sebenarnya dari puncak si Pundak. Semoga
saja….<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="line-height: 107%;"><o:p><span style="color: #7f6000; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;"> </span></o:p></span></p>ansoranalogihttp://www.blogger.com/profile/08608993156290281839noreply@blogger.com2Surabaya, Kota SBY, Jawa Timur, Indonesia-7.2574719 112.7520883-35.567705736178844 77.5958383 21.052761936178847 147.9083383tag:blogger.com,1999:blog-5565351336945695301.post-68870358305068595362020-09-13T10:00:00.001+07:002020-09-14T14:03:32.821+07:00<p><span style="color: #e69138; font-family: Coming Soon; font-size: medium;"><b> </b></span></p><p align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="color: #e69138; font-family: Coming Soon; font-size: medium;">LITERASI ARTI<o:p></o:p></span></b></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="color: #e69138; font-family: Coming Soon; font-size: medium;"><b>Setiap manusia dilahirkan
memiliki tugas dan tujuan hidup masing-masing untuk menorehkan tinta pada
setiap kisah kehidupannya. Sebuah tugas yang disematkan secara tersirat sebelum
raga diisi oleh sukma dan sebuah tujuan yang harus dituntaskan sebelum sukma
beranjak pergi tanpa permisi. Tak jarang pula manusia lalai dan lupa akan apa
yang harus dilakukan maupun diwujudkan di dalam sebuah kehidupan, entah itu
karena lupa atau karena hanya berfokus pada apa yang fana. Tetapi berikanlah
sebuah arti pada setiap langkah yang terus berjalan tanpa henti, hingga sebuah
seruan menjumpaimu dan berkata “Sudah saatnya kamu untuk kembali”. <o:p></o:p></b></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="color: #e69138; font-family: Coming Soon; font-size: medium;"><b>Sebagai manusia pada umumnya, aku
juga pernah mengalami masa dimana kehidupan selalu menyisahkan guratan pada
setiap kisahnya. Mendalam ataupun hanya dangkal, tetapi guratan selalu
menyisahkan sebuah kenangan yang tak akan bisa di samarkan. Tak jarang pula aku
hanya bisa tertunduk lesu dalam bisu, hingga hanya bisa memandang ke arah langit
dan berbisik lirih di dalam hati atas apa yang telah aku lalui. Semakin
beranjak fase kehidupan dari usia belia menuju dewasa, problematika kehidupan lambat
laun akan bertambah dan mulai menampakkan rupa. Rupa nyata problematika yang
bisa diakhiri dengan senyuman atau malah dengan sebuah penyesalan penuh
pelajaran yang berujung hikmah maupun ratapan.<o:p></o:p></b></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="color: #e69138; font-family: Coming Soon; font-size: medium;"><b>Bagaikan burung yang terbang
beriringan di langit dengan lebar sayapnya, seakan lega memandang andaikan bisa
aku mengikuti jejak setiap kepakan. Terbang jauh kemana mata bisa memandang
tanpa ada batasan maupun halauan, diiringi dengan banyak teman yang bisa
terbang dalam satu lintasan. Berpindah dan singgah pada setiap pergantian
musim, tanpa muram maupun kusam yang terlihat pada setiap kepakan. Ikhlas dan
pasrah akan semua yang telah ditakdirkan, seperti mata angin yang selalu
mengikuti kemana arah membawa dirinya untuk dihembuskan.<o:p></o:p></b></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="color: #e69138; font-family: Coming Soon; font-size: medium;"><b>Perjumpaan dengan setiap individu
lain mengajarkan diriku untuk selalu mengambil kesimpulan di akhir perkenalan,
bukan pada awal yang banyak memunculkan kepalsuan. Terlihat baik dan manis
bersikap di awal, tetapi menyembunyikan sebuah kebohongan yang terus
dikembangkan. Kebaikan dari perjumpaan seakan bisa menjadi kisah kelam pada
setiap perpisahan, menyisahkan dendam bahkan kebencian yang sulit dihilangkan.
Arti sebuah perjumpaan sebenarnya untuk memperbanyak interaksi dan relasi,
tetapi malah menjauhkan yang dekat hingga tak berbekas untuk diiingat.<o:p></o:p></b></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="color: #e69138; font-family: Coming Soon; font-size: medium;"><b>Yang bisa terbayang dalam relung
fikiran hanya agar bisa menjadi diri sendiri tanpa harus bersandiwara untuk
sebuah kesemuan belaka. Memang tidak selalu akan menemukan oasis yang
menyegarkan, tetapi setidaknya tak akan menciptakan fatamorgana sebuah
kebahagiaan. Banyak yang menjalankan peran seakan ingin mendapat pujian, tetapi
tak pernah menyadari akan kemampuan diri pribadi. Memaksakan sebuah kenistaan,
agar bisa dianggap sebuah keberhasilan. Mungkin terdengar wajar sebagai manusia
yang diciptakan oleh dua unsur kebaikan dan keburukan, tetapi sadarilah bahwa
apa yang kamu tanam dihari ini akan kamu tuai juga untuk kedepannya nanti. <o:p></o:p></b></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="color: #e69138; font-family: Coming Soon; font-size: medium;"><b>Semoga banyak kepalsuan yang bisa
lagi aku sadari, karena hidup ini ada untuk mencari jati diri bukan untuk
membuat keberhasilan yang bahkan tak pernah dihargai. Temukanlah masing –
masing suratan yang ditakdirkan secara tersirat, agar kehidupanmu tidak serasa berat
dan terjerat. Hargailah apa yang datang dengan senyuman meski menyisahkan
kegetiran, agar hidupmu selalu mendapatkan kemuliayaan di sertai dengan sebuah
keikhlasan. Inilah literasi arti, yang tak pernah pergi tetapi selalu akan
datang silih berganti untuk menemani.</b></span><o:p></o:p></p>ansoranalogihttp://www.blogger.com/profile/08608993156290281839noreply@blogger.com0Surabaya, Kota SBY, Jawa Timur, Indonesia-7.2574719 112.7520883-35.567705736178844 77.5958383 21.052761936178847 147.9083383tag:blogger.com,1999:blog-5565351336945695301.post-84796091894568031452020-09-07T10:00:00.002+07:002020-09-08T23:03:10.123+07:00<p><span style="color: #e69138; font-family: Courgette; font-size: medium;"> </span></p><p align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #e69138; font-family: Courgette; font-size: medium;">KARIKATUR
SENJA<o:p></o:p></span></span></b></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #e69138; font-family: Courgette; font-size: medium;">Tok.. tok .. tok.. “Assalammualaikum”,
ucapku pelan dengan nafas yang masih terengah-engah sembari perlahan mengusap
keringat di wajah.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #e69138; font-family: Courgette; font-size: medium;">“Wa’alaikumsalam”, terdengar bunyi
sahutan dari dalam ruangan secara samar.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #e69138; font-family: Courgette; font-size: medium;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Pintupun aku
buka secara perlahan, agar tidak mengganggu aktifitas yang sedang berjalan<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>di dalam ruangan. Ku langkahkan kaki dengan
kecepatan sedang menuju bangku yang berada di sudut kanan depan.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #e69138; font-family: Courgette; font-size: medium;">“Dari mana saja kamu? Dosen sudah
memulai mata kuliahnya sejak tiga puluh menit yang lalu” ucap Ayu seorang teman
yang duduk disebelah kanan bangku tempat dudukku.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #e69138; font-family: Courgette; font-size: medium;">“Maaf aku sedikit terlambat, karena
masih macet tadi dijalan” sahutku sambil sedikit berbisik kepadanya agar dosen
tidak menyadari percakapan yang aku lakukan.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #e69138; font-family: Courgette; font-size: medium;">Masih teringat dengan jelas dalam
benakku, bahwa hari itu adalah tahun ke dua diriku menginjak semester awal
sebagai mahasiswa di salah satu perguruan tinggi swasta di kota. Seperti
kebanyakan mahasiswa yang pagi sampai sore harinya dihabiskan untuk bekerja,
aku cukup sering terlambat saat mengikuti mata perkuliahan di malam harinya. Selain
karena banyaknya persoalan yang harus diselesaikan di tempat kerja, kepadatan
kendaraan yang lalu lalang saat perjalanan menuju kampus adalah faktor
pendukung bagi keterlambatanku. Padahal sudah hampir 5 tahun aku berada di kota
ini sebagai pekerja, tetapi tetap saja kemacetan adalah masalah utamanya.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #e69138; font-family: Courgette; font-size: medium;">Setelah hari itu dosen mengakhiri mata
kuliah yang diajarkan, kebiasaaanku dengan teman” satu tongkrongan adalah
bercerita tentang hal yang terjadi selama seharian di tempat kerja. Teman satu
tongkronganku dalam satu program studi berjumlah 9 orang dan hanya akulah cowok
satu-satunya dalam pertemanan ini. Jadi wajarlah kalau aku adalah orang yang
paling tampan, meskipun kenyataannya rupaku juga terhitung pas-pasan hahaha… <o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #e69138; font-family: Courgette; font-size: medium;">Dalam sebuah pertemanan pasti ada
pasang dan surutnya juga, apalagi pertemanan dengan para perempuan. Sedikit
tidak dihiraukan dalam percakapan sudah bisa merajuk dan menjauh dari
pergaulan, memang itu sebuah hal yang wajar juga menurutku karena sifat dasar
perempuan adalah ingin selalu diperhatikan. Tak jarang pula dalam lingkup pertemanan,
aku hadir sebagai penengah dalam berbagai persoalan meski sebenarnya kami semua
tidak jauh berbeda untuk masalah usia dan kedewasaan. Tetapi meskipun sebaya, kedewasaan
seseorang tidak bisa ditentukan oleh jumlah usianya melainkan dari lingkungan
dan pengalaman yang dialami selama perjalanan hidupnya.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #e69138; font-family: Courgette; font-size: medium;">Setiap selesai Ujian Akhir Semester
(UAS), tibalah saatnya untuk para mahasiswa mengisi Kartu Rencana Studi (KRS)
yang digunakan sebagai syarat utama untuk menempuh mata kuliah di semester
selanjutnya. Pada hari itu dosen pembimbingku dari semester pertama sampai
tahap skripsi akhir nanti, sedang tidak ada jadwal untuk mengajar di kampus.
Akhirnya aku dan teman-teman yang satu dosen perwalian memutuskan menuju
kerumah dosen yang bersangkutan, padahal hanya untuk meminta sebuah tanda
tangan persetujuan. Memang butuh sedikit perjuangan sebagai mahasiswa dan ini
juga belum apa-apa menurut kebanyakan orang, karena dosen akan semakin sulit
ditemui pada saat pengerjaan skripsi nanti.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #e69138; font-family: Courgette; font-size: medium;">Dalam perjalanan inilah, aku dan
temanku Si Ayu memulai percakapan sederhana yang berbuah suatu keputusan. Dia
berusaha meyakinkan diriku agar memulai kembali perjuangan dalam urusan
perasaan yang sebenarnya sudah lama juga aku nomor duakan. Ayu adalah teman
yang bisa dibilang sebagai pembuka jalan pertemuan dengan sosok gadis kota yang
biasa aku gambarkan sebagai sebuah peristiwa Senja. Iyaa… Senja, memang tidak
asing terdengar bagi kebanyakan orang. Terbayang akan sebuah keindahan apabila
mendengar istilah itu di dalam telinga dan fikiran. Memang peristiwa Senja ini
hadir setiap akan datangnya petang, tetapi buatku Senja adalah momen keindahan
yang harus selalu diabadikan.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #e69138; font-family: Courgette; font-size: medium;">Senja ini adalah teman dekat Si Ayu
semenjak masih duduk dibangku sekolah menengah, dia adalah gadis kota pertama
yang aku perjuangkan secara perlahan dalam setiap tahapan. Awal Ayu mengenalkan
sosok Senja kepadaku melalui media sosial miliknya, entah mengapa juga hanya
lewat sebuah rangkaian foto dan tanpa bertatap muka langsung dengan Si Senja.
Aku sudah merasakan sesuatu hal yang berbeda dari kebanyakan gadis kota yang
aku temui lainnya, apakah karena memang dia jelita ataukah karena innerbeauty
yang dimilikinya? Akupun bingung untuk menyimpulkannya, tetapi yang jelas aku
putuskan untuk berjuang agar bisa mengenal Si Senja lebih mendalam. <o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #e69138; font-family: Courgette; font-size: medium;">Ternyata Ayu juga bercerita bahwa
Senja adalah kakak tingkatku di kampus, dia setahun lebih awal masuk ke kampus
tempat aku menempuh Pendidikan. Fakta itulah yang meyakinkan diriku untuk bisa
jauh lebih dekat lagi dengannya, meskipun Ayu juga bercerita bahwa Senja sedang
cuti kuliah karena sakit yang dia derita. Walaupun begitu keadaannya, aku
putuskan untuk menunggu Senja sampai dia bisa melanjutkan studinya dalam satu
atap perguruan tinggi<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>yang sama denganku,
meski kami berada dalam tingkatan semester yang berbeda.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #e69138; font-family: Courgette; font-size: medium;">Pada fase menunggu itulah awal aku
mencoba untuk melakukan pendekatan lewat akun media sosial miliknya yang ku
dapatkan dari Si Ayu, atas persetujuan dari Senja juga pastinya aku meminta
kontak akun media sosial itu. Memang komunikasi cukup kaku juga untuk di awal,
apalagi hanya saling berkirim pesan singkat tanpa ada pembicaraan secara visual
ataupun verbal. Tetapi setelah berjalan beberapa hari, komunikasi yang kami jalani
sudah mulai menemukan alurnya dan tidak sekaku seperti di awal. Di sela-sela
obrolan berjalan, aku selipkan pertanyaan yang menyangkut keadaan kesehatannya
sembari bertanya juga tentang history keluarga darinya. Senja terlahir empat
bersaudara dan dia adalah anak nomor dua, terlahir dari keluarga sederhana yang
memiliki kultur agama kuat dan hampir sama dengan keadaan di dalam keluargaku.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #e69138; font-family: Courgette; font-size: medium;">Tak terasa selama enam bulan aku
menunggu dirinya sembuh dari sakit yang diderita, berita baikpun ku dengar dari
Si Ayu bahwa Senja akan memulai studinya lagi di semester ini. Sontak aku
merasa bahagia mendengarkan hal itu, dalam diam dan ikhtiarku selama fase
manunggu akhirnya sebentar lagi bisa berjumpa dengannya. Tak sabar juga rasanya
ingin segera mendengar bagaimana jawaban dari lembaran biodata diri yang
sebelumnya aku titipkan kepada Ayu untuk disampaikan kepadanya. Hampir setiap
malam selama enam bulan berjalan dalam istikharahku, selalu aku selipkan
namanya di dalam setiap do’a untuk kesehatan dan kebaikannya juga. Meskipun tak
akan pernah ia sadari juga secara langsung, tetapi aku percaya bahwa suatu saat
nanti dia pasti tersadar bahwa ada aku yang selalu mendo’akan dirinya dalam
kebaikan.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #e69138; font-family: Courgette; font-size: medium;">Beberapa hari setelah Senja memulai
studinya lagi di kampus, Ayu bercerita bahwa dirinya sempat bertemu dengan Si
Senja tetapi hanya sebentar dan tidak cukup lama pula. Setelah Ayu mengakhiri
ceritanya, akupun meminta tolong Ayu untuk mengirimkan pesan singkat yang
bertujuan untuk mengatur pertemuan diriku dengan Si Senja keesekoan hari.
Senjapun menyetujuinya tetapi hanya bisa bertemu saat berada dilingkungan
kampus setelah jam perkuliahan saja. Bagiku tidak masalah, asalkan aku bisa
segera bertatap muka dan mengobrol secara langsung dengan dirinya.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #e69138; font-family: Courgette; font-size: medium;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Keesokan malamnya aku berangkat ke kampus
dengan semangat yang berlebih karena ingin segera bertemu dengannya. Berbalut
pakaian terbaik yang aku miliki, aku berharap bisa memberikan kesan pertama
yang baik kepadanya. Karena ini adalah momen yang sudah lama aku tunggu meski konsepnya
hanya pertemuan biasa. Setelah selesai mata kuliah yang kami ikuti di kampus, Ayu
dan aku menghampiri Senja di depan ruang kelas miliknya. Bukan karena tidak
berani untuk menemui Si Senja sendirian, tetapi aku hanya tidak ingin berduaan
dengan perempuan yang sedang aku perjuangkan dalam kebaikan. Kamipun bertiga
berjalan perlahan menyusuri lorong kampus dan akhirnya duduk di bangku panjang
yang terletak di sudut aula kampus.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #e69138; font-family: Courgette; font-size: medium;">“Bagaimana Senja kabarnya? Lama tak
jumpa juga kita” kalimat pertama yang Ayu ucapkan untuk memulai obrolan.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #e69138; font-family: Courgette; font-size: medium;">“Baik Ayu, alhamdulillah” jawab Senja
sambil sesekali memandang ke arahku.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #e69138; font-family: Courgette; font-size: medium;">“Ada apa ini Ayu? Kok tiba-tiba
mengajak untuk bertemu?” Tanya Senja dengan ekspresi yang masih sedikit
kebingungan.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #e69138; font-family: Courgette; font-size: medium;">“Apakah aku akan di introgasi mengenai
lembaran biodata yang kemarin aku terima?” sahut senja sebelum aku dan Ayu memberikan
jawaban dari pertanyaannya di awal.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #e69138; font-family: Courgette; font-size: medium;">“Iya Senja, aku disini mengantarkan
temanku untuk menanyakan mengenai hal itu” sambung Ayu berusaha untuk
menjelaskan.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #e69138; font-family: Courgette; font-size: medium;">“Iya, aku kesini untuk menanyakan
mengenai hal itu” sahutku disela-sela pembicaraan mereka.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #e69138; font-family: Courgette; font-size: medium;">“Aku sudah membacanya dan sudah aku
pelajari juga dengan seksama, tetapi apa maksut dari semuanya yaa?” tanya senja
sambil memandang ke arahku.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #e69138; font-family: Courgette; font-size: medium;">Dengan keringat dingin yang bercucuran
karena gugup di pertemuan awal, aku berusaha menjawab pertanyaan yang Senja tujukan
kepadaku.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #e69138; font-family: Courgette; font-size: medium;">“Begini Senja, sebenarnya aku kesini
selain untuk menanyakan mengenai keputusanmu setelah membaca isi dari
biodataku. Aku juga ingin menyampaikan sesuatu hal” jawabku sambil berusaha
untuk mencairkan suasana yang ada.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #e69138; font-family: Courgette; font-size: medium;">“iya, apa memangnya?” jawab senja
dengan sesekali memainkan ujung jahitan baju yang sedang dipakainya.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #e69138; font-family: Courgette; font-size: medium;">“Bismillahirrohmannirokhim”, ucapku
dalam hati pelan<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #e69138; font-family: Courgette; font-size: medium;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>“Aku datang dengan kemantapan hati dan niat
tulus karena Allah ingin melamarmu untuk menyempurnakan separuh agama yang aku
miliki” ucapku kepadanya sambil menahan degup jantung yang semakin kencang
tidak karuan iramanya.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #e69138; font-family: Courgette; font-size: medium;">“Apa? Yang benar saja” jawab Senja
sambil memandangiku dengan ekspresi muka yang diselimuti rasa terkejut.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #e69138; font-family: Courgette; font-size: medium;">Terlihat di sudut sisi kursi, Ayu juga
hanya bisa terdiam dan memandangiku dengan sorot mata yang tajam, seakan tidak
membayangkan bahwa aku akan mengatakan hal ini kepada Senja di pertemuan
pertama. Setelah beberapa saat kami bertiga terdiam, Senjapun akhirnya
memberikan sebuah jawaban. <o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #e69138; font-family: Courgette; font-size: medium;">“Maaf yaa mas sebelumnya, tetapi aku
masih belum siap untuk sekarang. Aku harap kita bisa berteman dahulu” jawab
senja dengan suara yang sedikit pelan.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #e69138; font-family: Courgette; font-size: medium;">“Tidak tahu juga untuk kedepannya
bagaimana, yang jelas jodoh tidak ada yang tahu”. Sambung senja untuk
menjelaskan jawaban yang dia berikan.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #e69138; font-family: Courgette; font-size: medium;">“Baiklah Senja terima kasih atas
jawabannya, setidaknya aku sudah lega untuk menyampaikan semua rasa ini
kepadamu secara langsung” jawabku sambil menatap kearah kedua bola matanya.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #e69138; font-family: Courgette; font-size: medium;">Aku dan Ayu pergi meninggalkan Senja
yang masih terduduk dibangku panjang di sisi sudut aula itu. Setelah beberapa
langkah, aku mencoba menoleh ke arah bangku panjang itu lagi. Tetapi Senja juga
sudah terlihat berlalu pergi ke arah berlawanan dengan arahku dan Ayu berjalan.
<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #e69138; font-family: Courgette; font-size: medium;">Memang sebenarnya dari awal berangkat
ke kampus di malam itu aku tidak berharap banyak kepadanya, karena aku sadar
bahwa diriku hanyalah sosok sederhana yang masih banyak kekurangan menurut
kebanyakan orang. Tujuan sebenarnya mengatakan hal itu di awal pertemuanku
dengan dirinya hanya untuk berusaha jujur terhadap perasaan yang aku miliki
selama ini. Dengan cara inilah, aku berusaha selalu menjaga rasa yang kumiliki kepadanya
di dalam kebaikan dan kefitrahan juga untuknya sebagai seorang perempuan. Kita
berdua memang diciptakan bagaikan sesosok Fajar dan Senja dalam realita keadaan.
Tercipta dari peristiwa langit yang sama tetapi tidak pernah bisa bersatu
karena berbeda asal muasal. <o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #e69138; font-family: Courgette; font-size: medium;">Aku tercipta seperti fajar yang muncul
dari ufuk timur di pagi hari untuk menyinari gelap malam yang berubah perlahan
menjadi terang, sedangkan dirinya tercipta seperti senja yang terbenam di ujung
barat untuk menandakan akan habisnya terang dan akan digantikan dengan
keindahan di gelap malam. Selamat tinggal Senja, terima kasih telah sempat
datang dalam kehidupanku meski tak pernah menetap dan bersandar sejenak di
dalam kisah kasihku.</span><o:p></o:p></span></p>ansoranalogihttp://www.blogger.com/profile/08608993156290281839noreply@blogger.com2Surabaya, Kota SBY, Jawa Timur, Indonesia-7.2574719 112.7520883-35.567705736178844 77.5958383 21.052761936178847 147.9083383tag:blogger.com,1999:blog-5565351336945695301.post-11231265525697173902020-09-03T10:00:00.003+07:002020-09-06T14:31:15.821+07:00<p><span style="color: #783f04; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;"> </span></p><p align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #783f04; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">TRISULA
GADIS DESA<o:p></o:p></span></span></b></p>
<p class="MsoNormal"><span style="color: #783f04; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span></span></b>Hening
malam seakan terbelah saat nada pesan di telephone genggamku berbunyi, telapak
tangan yang awalnya berwarna merah perlahan pucat pasi karena terhempas oleh
sunyi. Perlahan aku buka isi pesan yang untaian kalimat di dalamnya mengisyaratkan,
bahwa akan terjadi peristiwa yang tak pernah terbesit dalam relung fikiran.
Ternyata benar firasatku semenjak siang, bahwa hari itu adalah hari terakhir
dimana ujung terakhir dari trisula akan patah dan hancur menjadi sebauh
serpihan. Hari dimana sebuah perjuangan akan menyisakan sebuah kenangan dan
kesan yang mendalam. Inilah kisahku, bersama trisula gadis desa yang aku lalui
sebelum mulai beranjak dewasa. Bagaikan<a href="trisula" rel="nofollow" target="_blank"> </a>trisula yang memiliki ujung runcing dan
tajam, kisah ini memiliki kesan dan pesan tersendiri dalam perjalanan hidupku
menuju proses pendewasaan.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #783f04; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span><b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Santi</b>, adalah seorang gadis kembang
desa yang aku kenal ketika usia masih menginjak tahapan kelabilan. Usia dimana
aku seharusnya masih memikirkan tentang ikatan benang sebuah layang-layang, tetapi
naluriku mulai tergugah akan hal yang dinamakan kekaguman. Cukup rumit memang
diawal, karena dia adalah kakak kelas dan sekaligus wakil dari guru kajianku
dilingkungan pendidikan keagamaan. Meski usianya berselisih dua tahun lebih tua
dariku, tetapi secara kasat mata bisa dibilang dia terlihat sebaya denganku. Karena
tinggi badan kami setara menurut kebanyakan orang yang melihatnya. Berawal dari
rasa kagum kepadanya, entah mengapa pula seiring waktu berjalan kekaguman itupun
berubah menjadi rasa suka. Apakah karena dia lebih mahir dalam urusan agama?
Ataukah karena memang dia seorang kembang desa? Memang tidak bisa dipungkiri pada
saat itu untuk anak remaja seusianya, dia adalah gadis desa yang banyak disukai
dilingkungan tempat tinggalnya. Bukan hanya oleh teman pria sebayanya tetapi
juga oleh kakak tingkat yang lebih tua dan bahkan adik tingkat yang lebih muda
darinya termasuk diriku ini hahahaha… terdengar sedikit berlebihan, tetapi memang
itulah realitasnya. Gayungpun bersambut dan setelah beberapa bulan melakukan
pendekatan, akhirnya dia luluh terhadap rayuan yang aku lantunkan. Rayuan bocah
labil yang harusnya masih berkeliaran mencari ikan di petak persawahan dengan
lubang sendal yang diikatkan di sela jemari tangan. <o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #783f04; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Seiring waktu berjalan akhirnya kami
menjalin sebuah hubungan yang bisa dibilang berpacaran, dialah pacar pertamaku
tetapi bukanlah dia cinta pertamaku. Hanya bertahan beberapa bulan dalam tahap kelabilan
pola fikir remaja seusiaku, akhirnya relasi pertama diriku dengan seorang gadis
berhenti ditengah perjalanan. Mungkin karena aku terlalu naif dalam menghadapi
kenyataan karena menyukai gadis yang lebih dewasa dariku ataukah memang ini
hanya sebuah kiasan untuk proses pencarian jati diri? Tetapi yang pasti aku tak
pernah menyesal pernah memperjuangkan dirinya sebagai pacar pertamaku di usia
remaja.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #783f04; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span><b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Anik</b>, memasuki masa sekolah menengah
atas dia bisa dibilang adalah gadis desa yang membuatku merasakan sebuah
konflik batik yang lumayan dalam imbasnya di dalam kehidupan. Kami adalah teman
sebaya dilingkungan sekolah dan bahkan satu jurusan di sekolah menengah atas.
Berawal dari konflik internal remaja yang lumayan rumit dijelaskan, aku
mengenalnya secara akrab melalui pencomblangan yang direncanakan oleh teman
sebangkuku Si Wira. Wira adalah teman sebangku yang membuat diriku menjadi
sangat akrab dengan Si Anik. Entah apa alasan Si Wira sebenarnya, yang tiba-tiba
memiliki rencana pencomblangan diriku dengan Si Anik. Setelah berjalan beberapa
saat, ternyata perlahan aku mulai tahu bahwa dibalik rencana Si Wira
mengenalkanku dengan Anik adalah agar dia bisa mendekati gadis yang sebenarnya
aku sukai semenjak setahun lalu sebelum aku berkenalan akrab dengan Si Anik.
Memang cerdik sekali Si Wira, tetapi biarlah… Asalkan kami masih bisa berteman
tanpa ada prasangka buruk lagi di depannya. <o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #783f04; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Keakraban yang terjalin antara aku
dengan Si Anik berlangsung semakin mendalam dan akhirnyapun kami menjadi
sepasang kekasih. Bagaikan sepasang merpati, kami berdua hampir setiap waktu di
sudut lingkungan sekolah melaluinya dengan bersama-sama. Saat jam pelajaran
duduk sebangku berdua, makan siang ke kantin berdua di jam istirahat dan bahkan
pada jam kegiatan keorganisasianpun selalu bersama. Terdengar indah memang,
tetapi itu tidak berlangsung lama. <o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #783f04; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Dua bulan hubungan kami berjalan dan kabar
mengejutkanpun datang dari sahabat Si Anik dan teman sekelasku juga, dia adalah
Si Eka. Eka memberitahuku bahwa Anik <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>sebenarnya sudah mempunyai kekasih sebelum menjalin
hubungan denganku, tetapi Anik tidak sanggup menyampaikan hal itu kepadaku karena
takut membuatku kecewa sebab diriku sudah berharap banyak kepadanya sejak awal
proses pendekatan. Sontak dalam sekejap aku termenung dan terdiam selama
beberapa saat, <o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #783f04; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">“Mengapa Anik tidak jujur saja
kepadaku dari awal?” Begitulah perkataanku lirih dalam hati.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #783f04; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Sesaat setelah itu akupun lekas
beranjak pergi dari hadapan Eka dan mulai menghampiri Anik yang duduk di salah
satu bangku kelas. Dengan ekspresi wajah yang masih serasa tidak percaya,
perlahan aku duduk di bangku kosong di sebelah Anik dan mulai bertanya. <o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #783f04; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">“Anik, apakah benar semua yang
dikatakan Si Eka? Tentang kekasih yang kamu miliki sebelum menjalani hubungan
ini denganku?” Tanyaku dengan nada lirih kepadanya. <o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #783f04; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">“Iya, memang benar” Jawab Anik dengan
mata berkaca-kaca sambil menghadapkan wajahnya kepadaku.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #783f04; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">“Sebenarnya sudah semenjak awal aku
ingin mengatakannya kepadamu, tetapi aku takut akan mengecewakan perasaanmu
yang terlanjur berharap lebih terhadapku” Sambung Anik dengan mata yang sudah
mulai menitihkan air mata.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #783f04; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Akupun hanya bisa terdiam sesaat dan
perlahan mengajaknya untuk berjabat tangan sambil menyampaikan perkataan
terakhirku kepadanya di hari itu. <o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #783f04; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">“Anik, terima kasih untuk beberapa
bulan ini, meski hanya sebentar tetapi cukup berkesan dan memberikanku
kebahagiaan walaupun sebenarnya semua itu ternyata hanyalah sebuah kesemuan”.
Perlahan aku mulai berdiri dan melangkah berlalu pergi dari tempat duduk
disebelahnya.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #783f04; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Semenjak hari itu aku sama sekali tidak ingin
berpapasan atau sekedar mengobrol meski hanya sepatah kata dengannya, walaupun sebenarnya
kami adalah teman satu jurusan. Hal ini berjalan cukup lama sampai akhirnya
setelah kami lulus dari sekolah menengah atas, aku hanya bisa mengucapkan sepatah
kata yaitu “Selamat” kepadanya saat prosesi foto wisuda bersama dengan semua
teman dalam satu jurusan.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #783f04; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span><b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Dillah</b>, nama yang tak akan pernah bisa
aku lupakan meski hanya satu susunan abjad dari rangkaian huruf awal sampai
akhir pengucapan. Dialah gadis desa dan aktor utama proses pendewasaan cintaku
dalam pembentukan pola berfikir dan cara mencintai dengan penuh keikhlasan.
Berlatar dari proses pencarian sebuah arti jati diri ataupun memang takdir yang
mempertemukan. Tetapi ketidaksengajaanlah yang sebenarnya berperan besar dalam
perjumpaanku dengan dirinya. Dialah cinta pertamaku, meskipun dia bukan pacar ataupun
kekasih pertama dalam kehidupanku. <o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #783f04; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Kisah perjumpaanku dengannya bermula
pada saat diriku masih aktif dalam keorganisasian intra sekolah (OSIS) saat di
jenjang akhir sekolah menengah atas. Bisa dibilang dia adalah juniorku yang
baru dan masih akan melalui proses pengenalan lingkungan sekolah selama masa
orientasi siswa (MOS). Hari pertama masa orientasi berlangsung, aku masih belum
menjumpainya dalam kunjunganku untuk mengisi materi orientasi ke setiap kelas.
Sampai pada akhirnya di hari kedua masa orientasi, kami berpapasan di depan
kelas secara tidak sengaja dan setahuku dirikulah senior pertama yang dia ajak
bicara. <o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #783f04; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">“Mas, ruang kelas untuk siswa baru
dimana?” itulah kalimat pertama yang dia ucapkan kepadaku dengan senyuman ramah
dihiasi lesung pipit di kedua sudut pipinya.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #783f04; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Sampai detik waktu aku menulis cerita
ini, masih teringat jelas intonasi tutur kata yang kaluar dari bibirnya meski
sudah hampir sepuluh tahun lamanya tak pernah lagi aku mendengar kabar darinya.
<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #783f04; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">“Di sana” jawabku dengan ketus karena
tuntutan senioritas selama masa orientasi.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #783f04; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Setelah momen itu, dia berjalan
perlahan menuju ke kelasnya dan berlalu menjauh dari hadapanku. Sekejap
mulailah timbul rasa penasaran di relung hatiku, tentang siapakah dia? Si
lesung pipit yang menimbulkan rasa ingin tahu mendalam di dalam hati dan
fikiran. Masa orientasi masih terus berlanjut dan selama itu pula aku mulai
mencari tahu biodata tentang dirinya, siapakah namanya? Dimana tempat
tinggalnya dan yang pasti apakah dia masih sendiri atau sudah punya pendamping
(pacar). Tak lupa juga sesekali aku lewat di depan lorong kelasnya sambil mencuri
pandang ke arah tempat duduknya. <o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #783f04; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Tibalah pada hari akhir masa
orientasi, semua senior berkumpul dan berdiri di bagian depan kelas para
juniornya untuk mendapatkan pesan dan kesan selama masa orientasi berlangsung.
Inilah hari yang ditunggu-tunggu oleh semua unsur, baik dari pihak junior maupun
dari pihakku sebagai seorang senior. Karena pesan dan kesan yang dituliskan
para junior di dalam kertasnya akan dibacakan secara langsung di depan kelas
secara bergantian. Dari hampir seluruh siswa baru yang mengikuti masa orientasi
dan terlebih perempuan, mereka menyebutkan kalau aku adalah sosok senior paling
sadis, jahat, otoriter dan kejam. Wajarlah, karena memang itu peran yang sedang
aku jalankan selama masa orientasi agar terlihat berbeda dari senior-senior
lainnya. <o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #783f04; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Tetapi bagaikan pucuk di cinta ulam
pun tiba, akhirnya tibalah giliran Si lesung pipit itu dan ternyata <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Dillah adalah namanya. Dialah junior
satu-satunya yang menuliskan kesan dan pesan positif tentangku di kertasnya, yang
dia bacakan sendiri di depan kelas. Pesan dan kesan itu berisi jika aku
bukanlah orang yang seperti kebanyakan junior lain tuduhkan. Melainkan
sebaliknya, dia memberikan pembelaan kepadaku jika sifatku yang seperti itu
adalah agar juniornya menjadi pribadi yang mandiri dan memiliki mental lebih
kuat selama masa orientasi berlangsung. Seketika akupun tercengang dan perlahan
melangkah menghampirinya, sambil diselimuti rasa tidak percaya kuambil kertas
yang dia pegang dan aku bacakan lagi secara lantang dihadapan para junior dan
senior di depan kelas itu juga. Ternyata memang benar, kalimat-kalimat itulah
yang dia tuliskan mengenai kesannya terhadapku selama masa orientasi. Sorak
sorai para juniorpun bersaut-sautan di dalam kelas, seakan kalimat-kalimat kesan
itu adalah penanda bahwa ada sesuatu yang tersirat di dalam sebuah untaian
tulisan.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #783f04; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Tiga bulan
berjalan setelah masa orientasi usai, aku masih dengan gigih untuk
memperjuangkan rasa suka yang mulai tumbuh mengembang terhadapnya. Setelah
mengumpulkan segenap keberanian, akhirnya aku ungkapkan segala rasa yang
sebenarnya sudah terpendam selama beberapa bulan. Empat belas hari setelah aku
ungkapkan rasa, akhirnya dia memberikan jawaban untukku secara bertatapan muka
langsung saat sore itu di sudut rumah seorang sahabatnya. <o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #783f04; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">“Iya Mas, Aku mau” itulah perkataan singkat yang dia ucapkan untuk
membalas segala kegundahan yang sudah timbul selama dua minggu lamanya menunggu
jawaban darinya. <o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #783f04; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Setelah aku selesai wisuda di jenjang
sekolah menengah atas, kami masih menjadi sepasang kekasih yang hari-harinya dilewati
dengan ke absurd an remaja pada umumnya. Setiap sebulan sekali kami menyiapkan
sajak-sajak kata yang di dasari oleh untaian kata berbahasa korea (mulok),
menyempatkan bertemu seminggu sekali di tepi sungai sekitaran rumah hanya untuk
mengobrol, beralasan belajar kelompok dirumahku padahal hanya untuk mengobati
rasa rindu, daftar paket telephone seluler tengah malam sampai waktu subuh dan
bahkan saling tukar kado setiap genap setahun berpacaran. Saat bersamanya
adalah momen paling berbunga-bunga dan berharga dalam urusan cinta. Karena
meski dia lebih muda dariku, tetapi kedewasaannya dalam pola berfikir sekaligus
kesabaran yang dia miliki lebih jauh tinggi kadarnya di atas remaja normal
seusianya. <o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #783f04; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Hingga akhirnya dua tahun berjalan,
disinilah kisah kelam datang tanpa ada yang mengundang. Setelah lulus dari
sekolah menengah atas aku putuskan untuk bekerja dan tidak melanjutkan ke
perguruan tinggi. Selain faktor kebutuhan keluarga juga, karena ingin segera
menabung untuk menghalalkan dirinya. Memang dari awal kami berdua berkomitmen
jika akan membawa hubungan ini ke jenjang yang lebih serius meski harus menikah
muda. <o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #783f04; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Aku titipkan segala kepercayaan kepada
dirinya di desa dan aku pergi merantau ke kota untuk memperbanyak pundi-pundi
tabungan. Diperantauan dalam benakku hanya bekerja dan bekerja, percaya bahwa
dia akan menungguku sambil melanjutkan beasiswanya ke perguruan tinggi. Dia
memang cerdas hampir sama denganku, maka dari itu juga dia mendapatkan beasiswa
di berbagai perguruan tinggi negeri yang dia ingini dan dijamin oleh negara segala
biaya kehidupannya. Tetapi angan tinggalah menjadi sebuah impian belaka.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #783f04; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Beberapa bulan setelah dia lulus dari
bangku sekolahan. Terdengar kabar dari keluargaku jika dia sudah dijodohkan
oleh ibunya kepada orang kaya di desaku, di awal memang dia menolak dan
bersikukuh untuk mempertahankan hubungan ini. Tapi keluargaku menyarankan agar
disudahi saja hubunganku dengannya, karena ditakutkan psikisku yang terancam
jika masih bersikukuh untuk bersama dan menentang keputusan ibunya. <o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;"><span style="color: #783f04; font-family: Bubblegum Sans; font-size: medium;">Apalah daya, setelah aku fikirkan juga
kedepannya tidak akan baik bila dipaksakan dan akhirnya kami putuskan untuk
mengakhiri hubungan ini. “Cinta memang patut untuk diperjuangkan, tetapi ibu
adalah kunci surga yang harus diprioritaskan”. Begitulah pesan terakhirku
kepadanya setelah kami sepakat untuk menjalani kehidupan masing-masing secara
terpisah. Terima kasih ku ucapkan selama dua tahun lamanya sudah bersedia berjalan
beriringan sekaligus memberikan kesan tentang kehidupan yang tak akan bisa
terlupakan. Semoga kebahagiaan selalu berpihak kepada dirimu, cinta pertama dan
mantan terindahku.. Dillah…</span><o:p></o:p></span></p>ansoranalogihttp://www.blogger.com/profile/08608993156290281839noreply@blogger.com0Surabaya, Kota SBY, Jawa Timur, Indonesia-7.2574719 112.7520883-35.567705736178844 77.5958383 21.052761936178847 147.9083383tag:blogger.com,1999:blog-5565351336945695301.post-66553306938185903742020-08-30T10:00:00.003+07:002020-09-03T16:14:09.216+07:00AKU adalah DIRIKU<p><span style="color: #ffa400; font-family: Sriracha;"> </span></p><p align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><span style="color: #ffa400; font-family: Sriracha;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 107%;">AKU
adalah DIRIKU</span></b><span style="font-size: 12pt; line-height: 107%;"><o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-size: 12pt; line-height: 107%;"><span style="color: #ffa400; font-family: Sriracha;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Mengawali
untuk memulai hal yang sudah lama tidak dilakukan memang beraaat rasanya, tetapi
entah kenapa setelah hampir 8 tahun akhirnya baru kali ini aku sadari ingin
memulainya kembali. Rasa bingung dari mana juga akan aku mulai, tapi mengalir sajalah
seperti air hahaa… “Aku adalah Diriku”, anonim kata yang bagi kebanyakan orang
terdengar aneh dan tidak biasa di nikmati oleh telinga. Sebuah kalimat yang
memang banyak menyimpan alibi ataupun narasi liar yang memiliki banyak tafsiran
ataupun kesimpulan bagi banyak pemikiran orang, tetapi itulah yang aku rasakan “Aku adalah Diriku”…<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-size: 12pt; line-height: 107%;"><span style="color: #ffa400; font-family: Sriracha;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Bukan
hal yang mengejutkan juga jika aku melontarkan kalimat yang kebanyakan orang
sulit untuk memahami, karena mungkin pola fikirku yang sulit ditebak dan kadang
terlalu tertutup (sulit percaya kepada orang). Dengan keanehan pola fikir yang
aku miliki membuat lingkup pergaulan yang semakin menyempit dan selektif dalam memilih teman, ataukah karena faktor usia juga yang semakin beranjak
dewasa? Entahlah… bingung juga memikirkannya.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-size: 12pt; line-height: 107%;"><span style="color: #ffa400; font-family: Sriracha;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>26
tahun berjalan 6 bulan, diusiaku yang sekarang, banyak hal yang sebelumnya
tidak terbesit dalam fikiran tetapi perlahan menyelinap di sela-sela kesibukan.
Dimulai dari hal memahami isi perasaan orang, tapi apa pentingnya? begitulah
kesimpulanku di awal. Tetapi hal itu akhirnya menjadi penting seiring waktu
berjalan, banyak yang bilang kalau aku orangnya terlalu blak-blakan saat
berbicara dan tidak pernah memikirkan perasaan orang lain. Tetapi inilah apa
adanya diriku karena “Aku adalah Diriku”...<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-size: 12pt; line-height: 107%;"><span style="color: #ffa400; font-family: Sriracha;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Setelahnya
timbul lagi pemikiran yang baru pertama muncul di angan, kenapa orang yang
terlalu jujur terhadap keadaan dan lingkungan malah dijauhi kebanyakan orang?
Apakah kejujuran adalah sebuah ancaman? Ataukah kejujuran adalah hal yang
menyakitkan untuk kebanyakan orang? Mungkin karena aku adalah anak desa yang
berusaha mencari sesuap nasi di kota, masih bertahan terhadap ideologi yang aku
bawa dari tempatku berasal. Ideologi yang mengajarkan bahwa “Jujurlah selalu
menjadi manusia, meski kadang juga akan menyakitkan perasaan kebanyakan orang”.
Tetapi itulah prinsip yang selalu aku pegang, sebagai anak kampung terapung
dimana kultur keagamaan yang begitu kuat ditanamkan sejak usia belia, yaaa begitulah
aku karena “Aku adalah Diriku”...<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-size: 12pt; line-height: 107%;"><span style="color: #ffa400; font-family: Sriracha;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Kampung
terapung hahaha.. itulah sebutanku untuk tempat dimana aku dilahirkan, iyaa..
Malang, tepatnya di Kabupaten yang jauh dari kelayakan kehidupan kota. Disebuah
kampung ditengah ladang perkebunan yang masih asri, sepi dari hiruk pikuk
kesibukan perkantoran dan kendaraan bermotor yang lalu lalang berkeliaran.
Kenapa juga aku juluki sebagai kampung terapung, karena di kampungku banyak
dusun yang awalan namanya memakai kata “kali” dalam bahasa Jawa yang artinya
sungai (Kalipare, kaliasem, kaliasri dst). Nama kampung yang sedikit terdengar
lucu memang, tapi itulah realitas yang kebanyakan terjadi dikebanyakan daerah
yang masih memegang erat tradisi Jawa.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 107%;"><span style="color: #ffa400; font-family: Sriracha;">16 Maret 1994, aku
dilahirkan di salah satu kampung yang aku juluki <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>sendiri sebagai kampung terapung ini
(Kalipare). Terlahir dari keluarga yang jauh dari kata berkecukupan, aku
terlahir dengan tekad dan keuletan idealismenya. Sedikit bersosialisasi, jarang
keluar rumah adalah kegiatan rutinku selama ada di tempat asalku sampai
beranjak dewasa (lulus SMA), bahkan tetangga kanan kiri rumahku pun sering
lupa wajah dan namanya, parah memang kedengarannya tapi itulah aku karena “Aku
adalah Diriku”...<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 107%;"><span style="color: #ffa400; font-family: Sriracha;">Terlalu asyik bernarasi
jadi lupa untuk menyebutkan identitas diri wkwkwk. Muhamad Ansor To’ibi, itulah
namaku yang diberikan oleh orang tua dan kakekku. Tiga <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>unsur nama yang terdengar memang lebih condong
kepada kultur timur tengah meski sebenarnya aku dilahirkan perpaduan asli orang
Jawa dan Ampyang Jawa ( blasteran Jawa dan Madura). Bapakku asli orang Rembang
kota para penda’wah besar dan Ibuku adalah Ampyang Jawanya, Ibuku terlahir sama
dengan tempatku dilahirkan di kampung sejuk dan sering dijuluki memiliki AC
alami karena suhu udara bisa hanya belasan derajat di malam hari. Dari nama
itulah aku mencari arti dan harapan keluarga yang terkandung di dalamnya.
Memang kebanyakan orang menyebutkan bahwa apalah arti sebuah nama, tetapi
buatku nama adalah pesan tersirat yang akan menentukan pola fikir dan alur kehidupan
diriku untuk kedepannya akan menjadi orang yang seperti apa. Dari arti namaku
juga aku sadari bahwa hidup bukan hanya tentang kebahagiaan pribadi tetapi
lebih peduli dan berempati untuk kebahagiaan orang lain. Sering pula karena kadar
empati yang terlalu tinggi, aku lebih memprioritaskan kebahagiaan orang lain
daripada kebahagiaanku sendiri, yaaa.. itulah aku, karena “Aku
adalah Diriku”...<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 107%;"><span style="color: #ffa400; font-family: Sriracha;">Nomaden adalah istilah
yang tak asing lagi keluargaku lakukan, sejak usiaku masih balita bapak dan ibuku
sering berpindah-pindah tempat tinggal. Meski hanya di beberapa kota tetapi
entah kenapa kota pahlawan dan kota udang adalah kota yang paling berkesan
selama aku dan keluargaku berpindah tempat. Di kota pahlawan aku melewati masa
balitaku hingga memasuki usia kanak-kanak, di sanalah masa kecilku lalui dengan
penuh kesederhanaan. Tapi memang sejak kecil aku sadari jika sebenarnya sifat
dasarku adalah pemalu. Jika tidak di satroni oleh teman mainku ke rumah akupun
malu untuk keluar rumah sendirian, terdengar aneh untuk anak seusiaku yang
sebenarnya sedang memasuki fase bermain. Hal itu juga yang terbawa sampai usia remaja, menunggu di jemput teman kerumah baru aku mau untuk <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>keluar rumah. Sementara saat berpindah di kota
udang aku melewati fase usia sekolah dasar dimana karakterku sudah mulai
dibentuk oleh Bapakku. Sejak sekolah dasar sudah diwajibkan untuk memiliki
tanggung jawab setiap apa yang dilakukan, dalam bermain, belajar bahkan
beribadah. Tidak ada kata bercanda jika sedang belajar atupun beribadah, jika
tidak hukuman pasti diberikan, semisal tidak diizinkan bermain ataupun tidak
diberikan uang jajan. Karena hal itu juga prestasi akademisku sejak sekolah
dasar sampai menengah atas selalu masuk peringkat tiga besar dan di keorganisasian
akademik juga bisa dibilang memuaskan karena entah dari mana alurnya bisa
terpilih menjadi orang utama di badan eksekutif kemahasiswaan di perguruan
tinggi, begitu juga dengan pemahamanku mengenai ilmu keagamaan bisa dibilang
lumayanlah meski juga masih setiap waktu harus tetap belajar. Begitulan Bapakku,
tegas dan disiplin dalam segala hal, tetapi aku bersyukur karena hal itu
karakterku terbentuk sampai usiaku sekarang.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 107%;"><span style="color: #ffa400; font-family: Sriracha;">Kota pahlawan, Surabaya.
Kota dimana aku singgah, bekerja dan meneruskan study perguruan tinggi yang
tertunda enam tahun lamanya semenjak selesai menempuh Pendidikan di bangku
sekolah menengah. Tertunda bukan karena tanpa alasan karena sebenarnya aku
lulus dengan predikat memuaskan dan mendapatkan beasiswa masuk ke perguruan
tinggi manapun yang aku inginkan dengan gratis dan biaya hidup ditanggung oleh negara. Tapi
inilah kehidupan yang harus dilalui dengan penuh kebijaksanaan, dengan memilih
bekerja untuk membantu ibu dan adik yang masih bersekolah aku putuskan untuk
bekerja daripada mengambil beasiswa yang ada di depan mata. Ibuku sudah menjadi
tulang punggung keluarga sejak aku masih kelas lima sekolah dasar dan adikku
masih berusia empat tahun, Bapak pergi meninggalkan kami selamanya saat keadaan
keluarga masih dalam fase kurang berada. Hal itulah yang menuntutku juga
sebagai anak pertama untuk menjadi lebih bijaksana dan memprioritaskan Ibu dan
Adik untuk kelangsungan kehidupannya, aku putuskan untuk menanggalkan beasiswa
dan akhirnya bekerja. Tapi syukurlah sekarang aku bisa bekerja dan melanjutkan
study yang tertunda meski lumayan melelahkan juga sebenarnya, tetapi aku harus percaya
dan meyakini bahwa perjuangan dan rasa lelah akan indah pada akhir ceritanya
karena “Aku adalah Diriku”...</span><span style="font-family: Times New Roman, serif;"><o:p></o:p></span></span></p>ansoranalogihttp://www.blogger.com/profile/08608993156290281839noreply@blogger.com0Surabaya, Kota SBY, Jawa Timur, Indonesia-7.2574719 112.7520883-55.747081846283706 -27.872911700000003 41.232138046283708 -106.62291170000003