RSS

 

HITAM ABU-ABU

            Setiap langkah akan berjumpa pada sebuah ujung persimpangan jalan yang bercabang. Kedua ujung persimpangan akan memiliki arah dan tujuan berbeda yang bisa menentukan kemana langkah itu akan terus berjalan. Berjalan menuju arah yang memang tepat ataupun menuju ke arah yang akan malah menghambat. Tetapi kemanapun langkah menentukan arah yang dipilihnya, harus dijalani dengan penuh ketulusan dan keikhlasan agar tidak timbul sebuah penyesalan jika hasil akhirnya tidak sesuai dengan yang diinginkan.

            Entah mengapa aku harus berjumpa juga dengan persimpangan jalan yang menimbulkan sebuah kebimbangan saat akan menuju ke arahmu, harusnya aku tidak sepatutnya merasakan ragu saat akan menujumu. Rasa ragu itu tiba-tiba saja menghadangku dengan begitu hebatnya. Seakan langkahku harus terhenti sekejap untuk tetap menjadikanmu hanya sebuah abu-abu. Warna yang tidak mempunyai sebuah kejelasan akan pendiriannya, warna yang lebih condong ke arah hitam kelam ataupun putih yang terang benerang.

            Situasi dan kondisi yang menimbulkan kebimbangan itu datang menyelinap perlahan ke dalam benak fikiran. Di asat aku ingin mengubah abu-abu menjadi hitam, tetapi dampak yang ditimbulkan juga bisa membuat semuanya malah hancur berantakan. Sedangkan jika aku hanya berdiam dan tidak pernah mencoba untuk merubahnya, pasti akan timbul sebuah penyelasan karena seakan tidak memperjuangkan dirimu dengan penuh kesungguhan. Dari awal aku memang tak pernah memprediksi kebimbangan akan terjadi, karena aku yakin niat baikku akan menghasilkan sesuatu yang baik pula. Kebimbangan ini terjadi begitu saja hingga saat sekarang akupun tersesat dalam labirin pemikiranku sendiri.

            Bungsu, aku harus bagaimana sekarang? Setidaknya berikanlah setitik tanda agar aku bisa sedikit terbantu untuk menentukan arah langkah ini. Aku tidak banyak meminta apapun darimu, tapi tolonglah aku pada kondisi yang sekarang. Ketika aku mulai tersesat dan kehilangan arah, harapku di tempatmu berada sekarang bisa sejenak terasa hal yang sedang menyulitkanku dalam relung fikiran. Aku tahu dirimu hampir tidak peduli dengan kehidupan kebanyakan orang, tetapi aku percaya jika jauh dalam hati kecilmu juga punya rasa kepedulian terhadap diriku.

            Jika kejelasan abu-abu lebih condong ke arah hitam menimbulkan kehancuran, begitupun jika abu-abu lebih memilih untuk menjadi putih. Putihpun bisa mengakitkan sebuah jarak yang membuat kita nantinya serasa tidak pernah seakrab saat berada pada sebuah moment seperti sedia kala. Saat masih belum timbul rasa yang sekarang sedang aku perjuangkan. Membuat semuanya menjadi asing dan tidak menimbulkan bekas sama sekali dalam benakmu. Putih juga bisa mengakibatkan tinta yang telah coba aku torehkan dalam kehidupanmu menjadi tidak berbekas sama sekali. Proses yang segitu panjangnya tidak akan pernah terkenang ataupun teringat olehmu. Bagaikan tiupan angin yang akan berlalu saat telah terhempas menuju kemana ke arah yang dituju.

            Bungsu, semoga suatu saat nanti jika dirimu membaca tulisanku ini. Kamu akan tersadar bahwa ada diriku yang dalam diam dan rasa bingungnya harus tetap menapakkan langkahku untuk terus menuju dirimu. Berjuang dalam kebingungan dan keresahannya hanya untuk bisa membuat dirimu kelak bahagia. Tak banyak pintaku sekarang yang masih terus berjalan ke arahmu, setidaknya cobalah menengok sebentar saja ke arahku agar aku terus bisa melangkah dengan penuh keyakinan untuk terus berjuang. Meski aku tahu ini adalah sebuah pilihan yang menyulitkan, tetapi aku harus menentukan kemana arah langkah ini akan menentukan tujuan dan kejelasan saat menemukan kebimbangan. Putih ataupun hitam pada akhirnya, biarkanlah waktu yang akan menjawabnya dengan penuh kebijaksanaan. Karena akupun sadar hanya dengan sebuah pertanyaan agar dapat menemukan sebuah kejelasan.

            “Bungsu, bolehkan Aku berkata jujur kepadamu?” ….

           

             

           

 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

 

KAMIS MANIS

                Rintik gerimis menyambutku saat keluar dari balik sudut pintu persinggahan. Seakan ingin mengajakku berlari kecil sembari sedikit membasahi peluh wajah dengan persona yang dimilikinya. Hari ini adalah hari kamis. Sembari ditemani gerimis, aku melaksanakan rutinitas yang biasa dilakukan sekali dalam sebulan. Rutinitas yang sudah hampir aku lakukan sejak awal aku menetap di perantauan. Memang menurut kebanyakan orang rutinitas ini adalah bukan hal yang wajar, tetapi untukku ini adalah peristiwa yang membuatku belajar untuk bersyukur kepada Sang Maha dengan cara yang berbeda. Rasa syukur bisa dapat dipanjatkan dengan berbagai cara, karena setiap insan yang bernyawa memiliki sudut pandang pemikiran yang tak sama.

                Kamis adalah hari yang cukup sakral menurutku sebagai seorang muslim. Karena sejak usiaku masih belia, di hari kamis inilah aku diajari untuk tetap singgah di dalam rumah. Dibiasakan untuk menguntai baris kata alunan do’a yang ditujukan untuk saudara sesama yang telah berpulang mendahului kita menemui Sang Maha Pencipta. Dari sore selepas adzan magrib berkumandang, sampai gema adzan isya’ menampakkan suaranya. Tak ada senggang waktupun yang tidak terdengar tanpa alunan bait-bait do’a yang terucap dari lisan bersahut-sahutan.

                Di perantauan inilah tradisi itu masih terus aku usahakan untuk tetap terus berjalan. Karena hal baik wajib untuk diteruskan, agar bisa memberikan manfaat juga bagi kehidupan di masa sekarang ataupun di masa depan. Tapi yang membedakan, kesakralan di hari kamis ini di perantauan biasa aku gunakan untuk bersilaturahmi kepada Leluhur Kekasih Sang Maha yang telah banyak memberikan karomahnya kepada kebanyakan masyarakat di tempat perantauanku. Sosok yang tak mungkin bisa lekang jasa dan namanya meskipun raga sudah tak bisa duduk bersama dalam satu perkumpulan. Tetapi rasa dan jiwa selalu terasa dekat jika bersilaturahmi menuju tempat pesareannya.

“ Assalammualaikum Mbah” Ucapku selalu saat akan duduk dan memulai untuk memanjatkan do’a berada di sekitar tempat persinggahannya.

Sempat terlintas beberapa kali dalam benakku, jika suatu saat pasti akan ku ajak Bungsu bersamaku untuk bertamu kepada beliau. Sebelum raganya aku ajak berkunjung, akan aku diskusikan dahulu dengan perlahan agar beliau bisa menyampaikannya kepada qalbu Si Bungsu. Itulah keinginan sederhanaku, menjadikanmu yang pertama aku ajak kesana agar tahu rasanya bisa sedekat itu dengan para kekasih Sang Maha yang telah banyak memberikan jasa.

Hari kamis ini juga terasa manis, karena keesokan harinya adalah hari dimana mayoritas laki-laki muslim melaksanakan kewajibannya setiap sekali dalam  sepekan bersama-sama dalam satu atap. Sitilah Manis ini berasal dari perhitungan kalender jawa yang jatuh setiap sebulan sekali ketika dipertemukan dengan hari kamis. Seperti sepasang jodoh, meskipun terasa lama ataupun tidak waktunya untuk bisa bertemu. Tetapi kamis akan menjadi sepasang dengan manis jika waktunya sudah tiba apapun hal yang akan terjadi untuk menghalangi perjumpaan keduanya.

Kamis, tetaplah manis dan jangan sampai mengakibatkan tangis. Hadirmu akan selalu menjadi hari renungan sekaligus ke khusyu’an setiap insan untuk memanjatkan sebuah harapan. Kesakralan moment yang engkau ciptakan, akan selalu aku nanti-nantikan meskipun dalam kondisi gelisah ataupun bahagia. Hanya dengan hadirnya dirimulah aku bisa sedikit mengingat tentang banyaknya saudara yang telah pergi mendahului kita di dunia. Jangan pernah lunturkan persona yang telah berabad-abad lamanya disematkan kepadamu oleh kebanyakan insan. Gerimis ataupun hujan yang datang di moment harimu, tak akan pernah menyurutkan niatan untuk memanjatkan harapan yang sama kepada Tuhan.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

 

BUNGSU

“Hay Bungsu, apa kabar?” Semoga keadaanmu baik-baik saja yaa disana. Cukup lama juga kita tidak bertatap muka dan bersenda gurau bersama. Mungkin tidak sampai sebulan, tapi buatku sebulan pun terasa hampir setahun hahaha…

“Keluarga masih sehat juga bukan?” Musim pancaroba seperti ini sedang musimnya orang sakit soalnya, jangan lupa dijaga kesehatannya juga terutama untuk Bapak dirumah. Jangan sampai telat untuk memberikan obat yaa, agar kondisinya cepat membaik dan bisa terus bersamamu hingga dewasa nanti.

“Owgh iya Bungsu, bagaimana dengan pekerjaanmu disana?” Masih lancar tanpa kendala juga kan pastinya, tenang saja sebentar lagi pasti akan selesai juga untuk kerjaannya. Jangan kecewakan amanah yang telah diberikan yaa, kerjakan dengan ikhlas dan penuh dengan tanggung jawab agar hasilnya juga memuaskan. Meskipun sedikit agak berat, tetapi percayalah bahwa amanah tidak akan pernah salah memilih pundak untuk bersandar.

Banyak hal yang sebenarnya ingin aku ceritakan juga kepadamu Bungsu, tapi memang keadaan yang masih tidak memungkinkan kita untuk bertemu. Aku disini Cuma bisa mendo’akan yang terbaik untuk dirimu dan keluargamu, meskipun aku tak tahu apakah dirimu juga memanjatkan do’a yang sama untukku. Tapi jangan khawatir dan merasa sendiri yaa Bungsu, ada aku disini yang selalu mengamatimu dari kejauhan dalam diamku. Berusaha menghiburmu meski hanya dalam untaian suara di dalam hatiku, entah dirimu bisa merasakannya ataupun tidak tetapi harapku apa yang aku batinkan akan sampai kepada dirimu juga. Hilangkanlah ragu dalam setiap langkah yang akan kamu ambil, karena apapun langkahmu selalu terlapis do’a yang terbaik juga untukmu dariku.

Hal yang ingin aku ucapkan untukmu hanya bisa aku tuliskan dalam bait narasi pendekku ini. Karena akupun tak tahu juga bagaimana caranya untuk mendapatkan jawaban atas segala pertanyaan yang telah aku rangkaikan untukmu. Dalam benakku, ingin sebenarnya untuk mengirim sebuah pesan singkat disetiap paginya hanya untuk mengetahui keadaanmu apakah masih baik-baik saja disana. Tetapi aku takut pesan yang aku kirimkan malah akan mengganggu konsentrasi dalam segala kesibukanmu.

Tak sepandai laki-laki pada umumnya, aku bukan tipe orang yang bisa memberikan rayuan dan membuatmu tersipu malu hanya lewat pesan singkatnya. Diriku malah cenderung kaku dan lebih banyak memberikan pertanyaan yang memerlukan waktu sejenak berfikir untuk menjawabnya.  Meskipun tak jarang aku selipkan cerita yang menurutku lucu hanya agar bisa membuatmu tertawa saat membacanya.

Bungsu, mungkin hanya lewat tulisan ini aku bisa bertanya leluasa kepadamu. Meskipun pertanyaanku entah kapan bisa engkau jawab, tapi aku percaya bahwa setiap tanya pasti akan mendapatkan jawaban meski dalam cara yang berbeda.  Maaf juga yaa, sering pula dalam kata-kata yang aku ucapkan malah membuatmu jengkel dan cenderung malah membuat emosimu memuncak. Tetapi percayalah, aku begitu hanya sekedar ingin melihatmu dalam sudut pandang sifatmu yang lainnya.

Maaf juga jika tak jarang aku banyak berkomentar dan memintamu untuk mengganti foto di akun media sosialmu. Niatku hanya untuk bisa melihat keindahan dari beberapa simpul senyuman yang kamu ciptakan. Karena keindahan tak bisa dinikmati dengan sepenuhnya jika tidak dilihat dengan cara dan perspektif yang berbeda-beda.

Memang menurut kebanyakan orang dirimu hanya seorang gadis biasa yang hidup dengan keadaan normal seperti anak seumuran. Tetapi menurutku dirimu adalah salah seorang anak Bungsu yang lebih dari gadis kebanyakan seusiamu. Di usiamu yang masih sangat muda, dirimu sudah mengemban tugas yang cukup berat dalam keluarga. Tugas yang seharusnya lebih pantas di emban oleh Sulung dalam silsilah keluarga. Tetapi tidak untukmu, dirimu rela mengurangi hasil uang jerih payahmu yang seharusnya untuk uang jajan malah disisihkan untuk membantu kebutuhan keluarga dan pengobatan Bapak.

Bungsu, sebenarnya aku iri terhadapmu yang masih bisa berjuang untuk keluarga. Sedangkan diriku masih belum mampu sepeduli itu terhadap keluargaku. Kadang juga aku masih merepotkan bahkan cenderung lebih mengedepankan ego saat di ajak bercerita oleh keluarga. Mungkin memang karena aku adalah anak Sulung, yang cenderung lebih dominan dan sulit untuk dinasehati karena keadaan yang telah menempaku jadi seperti sekarang ini.

Tetapi satu pesanku untukmu Bungsu, sayangilah Bapak dan Ibumu sepenuh dan setulus hatimu. Karena sesuatu yang berharga baru terasa andaikan sudah tidak lagi bersama kita. Do’akanlah mereka dalam setiap sujudmu, sempatkanlah menyebut namanya saat setiap ibadahmu. Bagaimanapun dan sebawel apapun orang tua, itu semata-mata hanya untuk kebaikan anak-anaknya. Jangan lelah juga untuk terus merawat dihari tuanya, karena semakin usia bertambah orang tua hanya ingin banyak didengar dan diajak ngobrol oleh anaknya agar tak terasa sepi saat usia sudah semakin betambah.

Bungsu, dalam diamku sekarang. Aku hanya bisa meminjam namamu untuk aku diskusikan dengan Yang Maha di tengah gelapnya malam. Maaf yaa, aku meminjam tanpa meminta izinmu terlebih dahulu, tetapi apabila situasi bisa mempertemukan nanti aku akan meminta izin kepadamu secara langsung. Mungkin dengan aku diskusikan namamu dalam malamku, aku lebih tenang dan tidak khawatir menggangu setiap aktivitas disetiap harimu lewat pesan singkat yang aku kirimkan.

Sembari aku menyelesaikan tugas akhir kuliahku, aku hanya bisa berusaha memantaskan diri agar pantas untuk engkau cintai nanti. Mempersiapkan masa depan dengan matang untuk menjemputmu di dalam ikatan kebaikan. Tak banyak pintaku, hanya jangan lupa untaikan do’a terbaik juga yaa untukku. Aku tak banyak berharap kepada manusia seperti pesanmu untukku di kala itu. Aku juga merasa tidak sepantasnya untuk mengharapkan hadirmu di dalam kisahku karena dirimu terlalu berharga, sedangkan diriku bukan siapa-siapa. Tetapi satu harapku bahwa tunggulah aku sebentar lagi saja. Jangan pernah kemana-mana dan tetaplah singgah di setiap moment, hingga saat nanti kita bisa dipertemukan dalam keadaan terbaik dan akan menjadi sebuah komitmen.

 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

 

RUPA PUNCAK PUNDAK

Sepekan setelah survey dilakukan, tibalah waktu pelaksanaan untuk diklat keorganisasian. Sambil mengecheck perlengkapan bawaan, panitia juga mengumpulkan peserta untuk memberikan panduan selama kegiatan yang akan dilakukan. Pada pukul tujuh malam, kami rombongan berangkat menggunakan mobil perintis bak terbuka yang biasa digunakan untuk mengirim pasukan pembela tanah air (TNI) ke dalam medan latihannya. Kami berangkat dari kampus menuju bumi perkemahan yang telah team survey tinjau sejak sepekan lalu. Selama perjalanan, kami hanya bisa terdiam dengan suara yang pelan agar pengguna kendaraan lain tidak terganggu dengan suara yang kami timbulkan. Dua jam setelah perjalanan berlangsung, tibalah kami di bumi perkemahan yang kami tuju.

Kami berjumlah dua puluhan orang terhitung peserta diklat dan panitianya juga. Setelah mobil berhenti dan mematikannya mesinnya, kami langsung menurunkan barang logistic yang kami bawa dengan perlahan menuju bumi perkemahan. Situasi sedang gerimis kecil yang mengakibatkan sebagian baju yang kami kenakan menjadi basah. Saat peserta laki-laki menurunkan barang bawaan dari mobil dan membawanya ke lokasi bumi perkemahan, untuk peserta dan panitia wanita menyiapkan minuman dan makanan untuk dinikmati setelah barang telah selesai di turunkan dan di bawa ke lokasi. Maklum setelah perjalanan yang cukup melelahkan, haus dan lapar juga timbul karena kondisi sedang gerimis juga.

Setelah dirasa kenyang, panitia mengumpulkan peserta untuk mengambil barang bawaan yang telah diletakkan di lokasi untuk membagi mereka juga menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4 orang, yang masing-masing kelompok diberikan tugas mendirikan sebuah tenda untuk bermalam. Tidak butuh waktu lama setelah tiga puluh menit intruksi diberikan, tenda dari masing-masing kelompok sudah bisa didirikan dan siap ditempati. Perlahan barang bawaan yang mereka bawa juga dimasukkan ke dalam tenda agar terlindung dari basah yang timbul karena gerimis air hujan.

Pada malam itu masih belum ada kegiatan ataupun materi yang diberikan kepada peserta, dikarenakan situasi dan kondisi yang kurang mendukung untuk dilakukannya aktivitas di malam hari. Selain karena faktor rasa lelah yang sudah terasa, kami juga harus mengumpulkan tenaga ekstra untuk melakukan kegiatan pendakian pada esok harinya. Iyaa.. pendakian, itulah tujuan utama dari diklat keorganisasian yang kami lakukan setelah fajar menyingsing pada keesokan harinya.

Suara adzan shubuh samar terdengar, kami sebahai panitia beranjak bangun dari tidur untuk membangunkan peserta yang sedang terlelap untuk melaksanakan sholat dan apel pagi sebelum pelaksanaan kegiatan. Kegiatan awal kami lakukan senam pagi untuk perenggangan agar lebih hangat juga kondisi tubuhnya setelah diguyur gerimis semalaman penuh. Di bumi perkemahan ini memang udara bisa dibilang cukup dingin berbeda dengan keadaan normal yang ada di kota. Kegiatan demi kegiatan telah dilakukan semenjak setelah kegiatan ishoma shubuh sampai menjelang dhuhur. Para peserta dan panitia dipersilahkan untuk berkemas melipat tenda masing-masing sembari menyiapkan peralatan pendakian yang dilaksanakan setelah ishoma di waktu dhuhur selesai.

Tibalah waktu untuk berkumpul dan mengatur urutan barisan agar mudah saat melakukan kegiatan pendakian, tak lupa sebelum berangkat kami panjatkan do’a agar kegiatan yang kami lakukan dapat berjalan dengan lancer dan tanpa kendala. Perlahan langkah kaki kami berjalan menyusuri jalur pendakian yang sudah disediakan. Dengan ditemani pemandu pendakian yang biasa mengantarkan para pendaki menuju ke puncak, kami berjalan menjadi satu barisan Panjang ke belakang dengan peserta berada di urutan tengah dan panitia berada di depan dan belakang barisan. Masih belum lama kami memulai perjalanan, ada dua orang peserta perempuan yang mengalami pusing dikarenakan fobia akan ketinggian, padahal ini masih belum sampai lereng gunung dan masih di kaki gunung paling bawah huuffh

Tak menunggu banyak waktu, tas dan barang bawaan dari dua peserta tersebut akhirnya dibawakan oleh para panitia laki-laki yang berada di belakangnya. Mereka yang fobia dengan ketinggian akhirnya digandeng secara perlahan agar berjalan tanpa melihat kebelakang agar tidak semakin parah fobia yang ditimbulkan. Sekitar tiga puluh menit sekali kami singgah untuk minum dan mengecheck kondisi masing-masing peserta.  Sekitar empat jam berlangsung. Dengan perjalanan yang sangat melelahkan akhirnya kami sampai di atas puncak si Pundak saat bintang mulai bangun dari tidur panjangnya. Puncak yang saat survey dilakukan belum bisa kami tapakan kaki di sana.

Hal pertama yang dirasakan setelah sampai dipuncaknya adalah rasa lega bercampur gembira. Hasrat terpendam setelah sepekan tertahan akhirnya bisa diwujudkan dengan perjuangan yang cukup melelahkan. Aku berdiri di bagian tengah puncak yang dipenuhi padang savanna luas dengan kondisi keringat yang masih basah. Berkata syukur lirih dalam hati atas keindahan yang telah diciptakan oleh-Nya. Sembari memandangi sekeliling langit yang terlukis indah dengan hiasan cahaya pantulan dari sinar kejora dari arah barat daya. Akupun berjalan perlahan mengambil air dalam botol untuk menunaikan kewajiban sebagai ungkapan kenikmatan bisa sampai di daratan yang indah dengan senyuman merekah.

Pundak, semoga indah rupamu ini bisa bertahan sampai nanti saat waktu aku bisa menjengukmu lagi. Dengan seseorang yang mungkin bisa menambah indah rasa yang terlintas takjub akan segala hal yang kamu miliki. Rasa yang lama tak pernah aku ulangi lagi sebelum aku tapakkan kedua kakiku di puncakmu ini. Semoga ….

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS