BUNGSU, TERIMA KASIH…
Terkadang
merelakan hal yang belum bisa kita raih adalah sesuatu yang memerlukan sedikit
perjuangan lebih untuk melanjutkan hidup kedepan. Entah itu tentang barang
kesayangan ataupun perihal sebuah rasa, tetapi akan selalu ada yang hilang
secara perlahan tanpa adanya suatu hal yang dapat dijelaskan. Berlalu pergi
dengan sebuah keikhlasan yang ihsan merupakan suatu harapan setiap orang saat
melepaskan hal berharga yang belum sempat untuk diberikan kepastian. Kebijakan
dan kebajikan adalah kunci untuk membuat kata “merelakan” akan terasa lebih
ringan dan tiada beban. Rela untuk melepaskan merupakan nilai tertinggi dalam sebuah perjuangan. Perjuangan
yang harus segera dihentikan saat benak mulai tersadar jika tujuan dari kedua
insan tidak menemukan ujung yang menyimpul dari setiap liku perjalanan.
Terima
kasih aku ucapkan untuk segala hal yang telah dirimu utarakan. Tanya yang
selama ini tumbuh berkembang akhirnya menemukan sebuah keterangan yang bisa
membuat kesimpulan akan sebuah jawaban. Jawaban yang sebenarnya sempat terbesit
sebentar dalam relung fikiran, tapi tak pernah aku tengok penuh dengan
kejelian. Kadang sebuah kejelianpun diperlukan sebelum langkah besar akan mulai
dipijakkan, agar tanya bisa segera terjawab dan tidak menimbulkan besarnya
keraguan.
Tepat
di malam yang dihiasi mendung semenjak hari masih terang benerang, aku berjalan
menuju tempat yang sudah disepakati untuk kita nantinya bertatap muka. Pertemuan
yang sudah sering kita lakukan untuk membahas hal yang berhubungan dengan
pekerjaan ataupun masalah kehidupan. Di sudut sebuah meja yang sudah aku
pilihkan, lantunan lagu mengalir menerjang masuk ke dalam telinga dan diri para
pengunjungnya. Malam ini adalah malam dimana biasa anak muda menikmati waktu
yang dibilang Panjang untuk menikmati dinginnya angin malam. Waktu yang
perlahan juga akan terus berlalu untuk menunggu dirimu datang untuk menemuiku.
Langkah
kecilmu menuju ke arah tempat duduk yang sudah aku siapkan. Perlahan demi
perlahan obrolan mulai saling kita lontarkan. Mengenai bagaimana keadaan
dijalan sebelum menuju tempat pertemuan ataupun tentang masing-masing keadaan
selama tidak ada komunikasi ataupun pertemuan. Malam semakin larut dan obrolan
mulai saling mengerucut, terdengar secara lantang tentang pertanyaan dari
seorang teman yang duduk semeja dengan kita.
“Dalam
beberapa tahun kedepan, apakah hal yang ingin dirimu lakukan?”
Sontak
lamunanku terpecah dan sekejap handphone yang sedang ada di tangan aku letakkan
di atas meja bersama makanan dan minuman yang sudah di pesan. Dalam hati
kecilku hanya bisa berharap bahwa nantinya jawaban yang dirimu utarakan bisa
sesuai dengan apa yang aku inginkan.
“Kalau
aku masih ingin melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi” Jawabmu dengan nada
yang sedikit datar.
Bagaikan
sebuah sentakan yang tidak diketahui dari mana asal bunyinya, dalam moment
itulah akhirnya aku harus mulai berdamai dengan harapan yang tidak sesuai
dengan kenyataan. Sambil berusaha bersikap biasa saja, kulanjutkan untuk
mendengarkan percakapan yang semakin berakar dalam topik pembahasan.
“Setelah
itu andaikan ada seseorang yang ingin memulai suatu hubungan dalam konteks
keseriusan denganmu, tetapi pendidikanmu masih blm bisa diselesaikan
bagaimana?” Sahut seorang teman yang di awal memberikan pertanyaan.
“Aku
akan pertimbangkan orang itu terlebih dahulu mengenai sikap dan kepribadiannya.
Apabila orangnya memang baik akan aku coba fikirkan mengenai hubungan yang akan
dilakukan untuk kedepannya. Tetapi apapun yang terjadi, pendidikanku harus
selesai terlebih dahulu” jawabmu dengan penuh keantusiasan.
Saat
itulah aku tersadar kalau memang benar firasatku selama ini, jika hanya aku
yang berjuang untuk menujumu. Menunggu setiap balasan pesan darimu meski
berhari-hari tidak aku dapati sebuah balasan. Tetapi dirimu hanya berfokus pada
hal yang diinginkan untuk kedepannya termasuk dalam bidang Pendidikan tanpa
pernah sekalipun menoleh atau memandangku yang ada untuk memperjuangkanmu.
“Jika
memang seseorang ini serius terhadapku, berarti dia akan sanggup hanya untuk
menungguku menyelesaikan pendidikanku di perguruan tinggi meskipun 4 tahun
lamanya” sambungmu dalam sebuah pertanyaan yang masih mengambang.
Bungsu,
dimulai dengan sebuah keresahan yang timbul karena komunikasi yang kita bangun
semakin jarang dan sulit dilakukan. Semakin besar keresahan yang aku alami,
akhirnya aku beranikan diri untuk membahas hal yang lebih mendalam mengenai apa
yang ingin kamu lakukan kedepannya. Memang jawabanmu masih bisa diterima oleh
nalar yang aku miliki, tetapi perbedaan usia yang cukup jauh dan jalan yang
akan kita tempuh tak saling menemukan ujung. Membuatku untuk mengambil
kesimpulan bahwa akan aku hentikan langkah perlahanku menuju dirimu. Tidak ada
yang salah dalam jawabanmu, tetapi setidaknya ini sudah tidak menjadi sebuah
abu-abu dan mendapatkan banyak pelajaran mengenai sebuah harapan.
Bungsu,
terima kasih yaa… Meskipun kita tidak bisa mengubah moment menjadi sebuah
komitmen, meskipun apa yang ada dianganku dari awal mengenaimu tidak menemui
titik terang dan meskipun sampai kapan aku tetap akan mengingatmu sebagai
sebuah kisah tersendiri untuk fase yang telah aku lalui. Perbedaan usai yang
begitu cukup jauhnya, mempengaruhiku untuk menyimpulkan keputusan yang terbaik
untuk kita sekarang ini. Bukannya tidak mau untuk menunggu begitu lamanya,
tetapi usiaku sudah saatnya memasuki periode keseriusan.
Bungsu. Tetaplah menjadi apa
adanya dirimu dan raihlah semua keinginan yang kamu kejar mumpung masih muda
juga. Sehat selalu disana dan tetaplah berusaha menjadi yang terbaik bagi
keluarga dan orang disekitarmu. Aku hanya bisa mendo’akan dalam diamku disini,
entah dirimu akan mendengar juga ataupun tidaknnya. Tetapi ikhlasku tak pernah
luntur untuk melepasmu ke arah yang kamu tuju kedepan. Semoga dirimu kelak
dipertemukan dengan orang yang tepat dan mengerti banyak tentang dirimu,
menerima rasa ingin tahu berlebihmu, kepala batumu dan sifat kakumu yang lainnya.
Setidaknya sekarang sudah tidak
ada lagi orang yang tiba-tiba mengirimkan pesan yang tidak jelas hanya ingin
menanyakan kabar tentang dirimu dan keluargamu. Tidak akan ada lagi yang panik
sendiri saat tahu bahwa dirimu butuh sesuatu, tidak akan ada lagi yang
bertanya-tanya tentang apa kesibukanmu sehingga tidak sempat untuk membaca
pertanyaan dalam pesan-pesan pendekku. Tidak akan ada lagi yang berusaha untuk
memberikan ataupun menawarkan sesuatu meski sebenarnya tidak engkau butuhkan.
Tidak akan ada lagi yang berharap untuk engkau tanya meski mengenai hal-hal
yang sederhana.
Sekali lagi terima kasih yaa
bungsu sudah menjadikan semua ini tidak abu-abu, setidaknya setelah kisah darimu
aku mendapatkan sebuah pelajaran lagi jika sebuah harapan harus dibarengi
dengan sebuah usaha untuk mengenal lebih dalam di awal sebelum memupuk rasa
agar bisa bersemayam. Selamat tinggal Bungsu, Sehat dan sukses selalu untuk
apapun yang akan kamu lakukan di masa sekarang ataupun dimasa yang akan datang.
Tanpamu aku juga harus menapakkan langkahku untuk terus melanjutkan kehidupan
kedepan, dengan perlahan juga untuk membiaskan sebuah harapan tentangmu selama
ini. Entah kapan waktunya, tetapi aku percaya bahwa hal indah juga akan
menghampiriku di masa depan tergantung dari perbuatanku di masa yang sekarang.
0 komentar:
Posting Komentar